Inisiatif: Kunci Sukses Seorang Pemimpin

Salah satu faktor yang menentukan sebuah kesuksesan adalah inisiatif. Seorang pemimpin yang berinisiatif tidak akan menunggu sampai sesuatu terjadi; ia ikut andil dalam membuat sesuatu terjadi. Ia tidak tinggal diam, melainkan melakukan sesuatu. Itulah salah satu alasan mengapa beberapa orang memilih untuk mengikuti pemimpin. Salah satu nilai penting yang harus dimiliki oleh pemimpin adalah inisiatif.

Dalam Alkitab, terdapat banyak sekali contoh orang yang berinisiatif dalam menuntaskan tujuan Allah dalam hidup mereka. Misalnya, Daud memilih Yoab sebagai jendral karena ia memiliki inisiatif. "Daud telah berkata: `Siapa lebih dahulu memukul kalah orang Yebus, ia akan menjadi kepala dan pemimpin.` Lalu Yoab, anak Zeruya, yang menyerang lebih dahulu, maka ia menjadi kepala." (1Taw. 11:6). Yesaya juga berinisiatif untuk memberitakan Injil kepada generasinya. "Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: `Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?` Maka sahutku: `Ini aku, utuslah aku!`" (Yes. 6:8).

Inisiatif jelas merupakan sebuah kualitas dasar kepemimpinan. Bayangkan jika ada sebuah badai salju di malam sebuah persekutuan doa. Beberapa orang yang beriman datang ke gereja, membuka pintu gereja, menyalakan lampu, dan menunggu pendetanya datang. Tanpa sepengetahuan mereka, ternyata pendetanya terhambat oleh badai salju dan berusaha keras agar mobilnya dapat bergerak. Ia meminjam sekop dan menggali salju yang menutupi roda-roda mobilnya. Ia minta tolong dua anak muda untuk membantu mendorong mobilnya, namun tak berhasil jua. Mobilnya tak bergerak, dan ia semakin terlambat.

Sementara itu, di gereja orang-orang bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi pada pendeta mereka, dan duduk melingkar menunggu persekutuan doa dimulai. Akhirnya, salah satu dari orang-orang itu berdiri dan mengusulkan untuk menaikkan satu atau dua lagu pujian sambil mereka menunggu. Ia pun kemudian memimpin pujian. Dalam ilustrasi itu, tidak penting apakah orang itu pernah memimpin pujian sebelumnya atau tidak; ia telah menjadi pemimpin saat itu. Ia mungkin saja tidak kompeten dalam memimpin pujian. Ia juga mungkin tidak tahu bagaimana memimpin pujian. Dengan mengambil inisiatif untuk berdiri saja, ia sudah menjadi seorang pemimpin. Tidak peduli ia memimpin pujian dengan baik atau dengan buruk, ia adalah pemimpinnya. Inisiatif adalah salah satu tanggung jawab besar dalam kepemimpinan.

Tentu saja, setiap orang Kristen harus berinisiatif dalam melayani Tuhan. Tokoh-tokoh Alkitab yang tidak pernah dikenal sebagai pemimpin, sangat diberkati dan dipakai Tuhan hanya karena mereka melayani Tuhan secara spontan.

Ribka menjadi suami Ishak dan "ibu jutaan orang" karena ia berinisiatif untuk melayani pelayan Abraham. Ia menawarkan air yang ada di buyung, tidak hanya untuk pelayan Abraham, tapi juga untuk onta-ontanya, yang dilakukannya adalah sebuah pekerjaan besar; dan sikapnya itu membuatnya menjadi istri pilihan bagi Ishak (lihat Kej. 24:14-21).

Seorang bocah laki-laki memiliki peran penting dalam sebuah mujizat besar karena ia berinisiatif menawarkan makan siangnya untuk membantu memberi makan banyak orang yang kelaparan (lihat Yoh. 6:9-11).

Namun, teladan terbesar dalam Injil adalah Allah sendiri. "Simon telah menceritakan, bahwa sejak semula Allah menunjukkan rahmat-Nya kepada bangsa-bangsa lain, yaitu dengan memilih suatu umat dari antara mereka bagi nama-Nya" (Kis. 15:14). Jika Allah diam saja, bangsa-bangsa itu tidak akan datang kepada-Nya, jadi Tuhan mengambil inisiatif. "Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa" (Rm. 5:8). Mengambil inisiatif adalah sebuah karakter yang ilahi.

Pemimpin harus siap untuk berinisiatif di banyak bidang. Salah satunya adalah dalam bidang pelayanan. Rasul Paulus memperlihatkan hal tersebut dengan jelas. Kapal yang ditumpanginya menuju Roma terdampar di Pulau Malta. Penduduk asli pulau itu ramah, "Mereka menyalakan api besar dan mengajak kami semua ke situ karena telah mulai turun hujan dan hawanya dingin. Ketika Paulus memungut seberkas ranting-ranting dan meletakkannya di atas api, keluarlah seekor ular beludak karena panasnya api itu, lalu menggigit tangannya" (Kis. 28:2-3). Di sini Paulus, seorang yang lebih tua, mencari kayu untuk yang lainnya. Tidak diragukan lagi bahwa ia juga sama lelahnya seperti yang lain, namun ia berinisiatif untuk melayani yang lain, seperti yang Kristus telah lakukan saat Ia menjadi manusia.

Pembimbing kelas Alkitab remaja di kota kami, seorang pemuda bernama Mark Sulcer, adalah orang yang spesial. Ia mengantar para remaja ke gereja dan acara-acara sekolah dengan mobilnya. Ia kemudian membimbing mereka di kelas Alkitab. Ia selalu ada bagi para remaja itu siang dan malam. Saya dapat melihat bahwa para remaja itu belum pernah bertemu orang sepertinya dan sangat terkesan.

Ketika Natal tiba, dua remaja berencana memberi Mark sebuah hadiah. Diam-diam mereka pergi ke pusat perbelanjaan dan mengatur semuanya. Saat malam Natal, mereka memberikan hadiah yang telah mereka persiapkan kepada Mark. Ia membuka kotak hadiah dan menemui sebuah cangkir perak dengan tulisan: "Untuk pelayan teragung kedua di dunia".

Teladan dan hidup Mark tertular kepada murid-muridnya dan memberikan suatu pertumbuhan di daerahnya. Inisiatifnya berbuah.

Cara kedua mengambil inisiatif adalah mengambil langkah awal rekonsiliasi. Ada dua contoh jelas dalam Alkitab mengenai hal ini. "Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu" (Mat. 5:23-24). "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali" (Mat. 18:15). Jika Anda menyinggung saudara Anda dan Tuhan mengingatkan Anda akan hal itu, Anda harus berinisiatif untuk mencari dan kemudian meminta maaf kepadanya. Jika sebaliknya, seseorang menyinggung Anda, Anda tetap harus berinisiatif untuk menemuinya dan meluruskan masalahnya. Dalam kedua situasi itu, Anda harus menjadi orang pertama pertama mengambil inisiatif!

Tentu saja hal itu adalah salah satu hal yang paling sulit untuk dilakukan. Apalagi jika yang harus melakukannya adalah seorang pemimpin. Beberapa misionaris bercerita kepadaku tentang perjuangan mereka untuk melakukan hal itu selama mereka berada di ladang misi. Gengsi adalah halangan terbesar. Saat mereka mau mengesampingkan gengsi mereka dan mengambil inisiatif, Tuhan memberi mereka sukacita, kelegaan, dan berkat.

Salah satu taktik setan adalah membuat pemimpin bepikir bahwa jika ia merendahkan hatinya dan menghampiri bawahannya untuk meminta maaf atau meluruskan masalah, bawahan itu akan memandang rendah dirinya. Namun, hal seperti itu adalah hal yang benar untuk dilakukan. Saat pemimpin mau merendahkan hatinya dan mengambil inisiatif, pemimpin telah melakukan hal yang terbaik, dan orang lain tahu itu. Biasanya, pemimpin yang seperti itu akan memiliki pengikut setia, sahabat, dan penolong yang setia dalam pekerjaan.

Bidang ketiga di mana kita bisa berinisiatif adalah saat kita mencari pengetahuan. "Rancangan di dalam hati manusia itu seperti air yang dalam, tetapi orang yang pandai tahu menimbanya" (Mzm. 20:5). Pekerjaan seorang pemimpin itu kompleks dan ia tidak mungkin tahu semuanya. Maka dari itu, ia harus mencari orang yang pandai dan belajar dari mereka.

Lagi-lagi, gengsilah yang menjadi penghalang. Saya ingat hal seperti ini pernah saya alami. Saya dipindahtugaskan dari ladang misi ke sekretariat pusat organisasi misi. Saya tidak berpengalaman bekerja di sekretariat pusat, jadi saya tidak yakin akan sanggup. Saya ada dalam sebuah rapat komite yang mendiskusikan hal yang tak banyak saya ketahui. Namun, saya ragu untuk mengakuinya dan bertanya. Saya pikir orang-orang yang di sana mengira saya adalah orang yang pandai. Saya sangat yakin pada saat itu bahwa bertanya hanya akan membuat saya tampak bodoh. Jadi, saya tidak bertanya.

Dari waktu ke waktu, saya terus diundang ke pertemuan komite keuangan. Setelah berbulan-bulan, saya baru menyadari bahwa saat mereka mengatakan I.R.S., mereka sedang membicarakan orang-orang pajak! Bayangkan saja, peran saya pasti penting dalam komite itu. Seandainya dari dulu saya mengesampingkan gengsi saya dan berinisiatif untuk bertanya, saya mungkin dapat lebih berguna. Pemimpin tidak boleh melakukan hal seperti yang saya lakukan. Pemimpin harus mengesampingkan gengsi dan dengan aktif mencari informasi yang ia butuhkan untuk dapat mengerjakan tugasnya dengan baik. Ia harus bertanya. Ia harus mau belajar dari orang lain.

Inisiatif diartikan sebagai semangat yang dibutuhkan untuk memulai sesuatu. Bagaimana seorang pemimpin bisa mendapatkan semangat seperti itu? Bagaimana seseorang bisa menjadi seseorang yang memulai sesuatu? Satu-satunya hal yang dapat ia lakukan hanyalah melatih dirinya untuk berpikir ke depan. Seorang pemimpin digambarkan sebagai seseorang yang melihat lebih banyak, melihat lebih jauh daripada orang lain, dan mereka juga melihat sesuatu sebelum orang lain melihatnya.

Jika seseorang melatih dirinya untuk berpikir ke depan, ia akan mendapat dua dampak positif bagi pekerjaannya. Pertama, ia akan terhindar dari masalah. Ia akan menghindari perangkap dan lubang dalam jalannya. Ia dapat bertanya kepada dirinya sendiri, "Jika kita melakukan hal itu, apa yang akan terjadi? Lalu, apa hasilnya? Saat kita melakukan hal itu, apakah yang kita lakukan akan menghasilkan sesuatu yang kita harapkan? Jika tidak, lebih baik kita tidak usah melakukannya." Kedua, dengan berpikir ke depan, seseorang dapat menentukan tujuannya dan kelompoknya. Ia kemudian dapat menimbang-nimbang cara terbaik untuk meraih tujuannya itu dan mulai bertindak untuk mencapai tujuan.

Semua itu harus diiringi dengan doa dan pembacaan firman Tuhan. Jika tidak, seorang pemimpin mungkin saja dipimpin oleh pemahamannya sendiri atau merencanakan sesuatu menggunakan hikmat duniawi sebagai penuntunnya. Pemimpin harus ingat bahwa kebenaran itu ada pada Yesus Kristus. Buku-buku manajemen kepemimpinan sekular memang membantu, namun sumber dasar kita adalah Allah. "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia" (1Kor. 1:25). (t/Dian)

Diterjemahkan dan disesuaikan dari: Judul buku: Be The Leader You Were Meant To Be Judul bab : Why Some Leaders Excel Penulis : LeRoy Eims Penerbit : SP Publications, Inc., Illinois 1975 Halaman : 52 -- 56

File: 

Komentar