Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Waktu dan Hati yang Bijaksana

Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian hingga kami beroleh hati yang bijaksana. (Mazmur 90: 12).

Manusia memerlukan dua hal yang penting yaitu otak yang pintar dan hati yang bijaksana. Namun seringkali lebih banyak orang menuntut otak yang pintar daripada hati yang bijak. Kepandaian dan pengetahuan dalam otak dan bijaksana dalam hati berbeda sekali. Musa menulis mazmur diatas dengan suatu kerinduan untuk memiliki hati yang bijaksana dalam mengisi hidupnya didalam ruang dan waktu yang sangat singkat. Musa lebih mengutamakan hati yang bijaksana. Musa adalah seorang yang memiliki kepandaian dan pengetahuan didalam otaknya yang ia peroleh selama `sekolah" dan "kuliah" di Mesir.

pengalaman di padang gurun dan beternak ini, menuntut hal yang lain, yakni hati yang bijaksana. Otak manusia memang perlu diisi dengan pengetahuan, tetapi hati manusiapun perlu diisi dengan hikmat dan bijaksana Allah.

Pencarian akan makna hidup manusia tidak terlepas dari pemahaman kita mengenai waktu. Semakin kita menganalisa dan memperdalam konsep tentang waktu, kita akan semakin gentar, karena kita akan dan harus bertanggung jawab di hadapan Tuhan Allah, mengenai harta (waktu) yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Pada mazmur 90:10 tertulis "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun,...,sebab berlalunya buru-buru dan kami melayang lenyap." Kalimat ini menunjukkan bahwa Musa memahami betapa singkatnya waktu hidup manusia. Sampai pada ayat 12, Musa memohon kepada Allah agar diberi hati yang bijaksana didalam mengisi hari-hari hidupnya. Permintaan Musa ini mengindikasikan bahwa Musa menginginkan hidupnya yang singkat itu diisi dengan sesuatu yang bermakna dan bernilai kekal.

Waktu dan ruang merupakan suatu wadah untuk menampung segala peristiwa sejarah. Sejarah dicatat di dalam buku, tetapi sejarah tidak ditampung di dalam buku melainkan di dalam waktu dan ruang. Kejadian atau peristiwa yang berada dalam kelangsungan proses waktu membentuk keseluruhan sejarah. Mengapa tidak semua peristiwa yang terjadi di dalam waktu dicatat sebagai sejarah? Karena dianggap tidak bermakna. Hanya kejadian-kejadian yang bermakna yang dikumpulkan dan dicatat sebagai sejarah. Banyak karya seni yang tinggi mencetuskan filsafat atau pikiran yang berbobot mengajarkan kita sebagai manusia yang pernah hidup di dalam dunia untuk tidak membiarkan waktu kita lewat bersama ruang, yang sekaligus menjadi wadah dari keberadaan kita. Apalagi kita sebagai orang kristen, kita harus mempunyai kepekaan mengenai waktu yang melebihi orang-orang yang bukan kristen. Bagaimanakah seharusnya kita memandang waktu?

Waktu adalah hidup

Berapa panjang hidup kita itulah seberapa panjang waktu kita. Apa yang dapat kita kerjakan sekarang jangan tunda sampai besok, apa yang bisa kita pelajari di masa muda, jangan tunggu sampai tua. Berapa banyak orang yang menyesali hidupnya, mengeluh karena tidak dapat memutar kembali (mengembalikan) sejarah atau waktu yang sudah lewat. Penyesalan merupakan suatu kesedihan yang perlu kita prihatinkan, tetapi kita tidak mempunyai daya apa-apa untuk menolong, karena penyesalan berarti mengakui ketidakberdayaan diri kita yang berada di dalam keterbatasan. Supaya hidup kita tidak penuh penyesalan, kita harus cepat-cepat mengerjakan apa yang Tuhan ingin kita kerjakan sekarang.

Waktu adalah kesempatan.

Sebenarnya waktu lebih daripada kesempatan, tetapi setiap kesempatan tidak mungkin berada di luar waktu. Hal ini bukan berarti kita boleh memilih setiap kesempatan berdasarkan keinginan kita sendiri, tetapi kita harus peka terhadap pimpinan Tuhan, lalu kita menangkap semua kesempatan yang penting. Hidup kita hanya sekali dan kita tidak dapat kembali lagi setelah mati. Kita harus mengerjakan apa yang Tuhan ingini kita lakukan semasa kita hidup

Waktu adalah catatan.

Waktu adalah catatan segala sesuatu di dalam hidup pribadi kita masing-masing. Segala sesuatu dicatat di dalam waktu ; segala sesuatu akan dan harus kita pertanggung jawabkan di hadapan Pencipta, Penebus dan Hakim kita yang agung. Segala yang kita pikirkan dan kerjakan pasti akan memperhadapkan kita kepada Tuhan Allah, dan pada waktu itu kelak tidak ada seorangpun yang dapat menolong kita. Berapa lama kita hidup di dalam dunia ini? Sebelum kita pergi menuju kekekalan, menghadap Tuhan, apa yang sudah kita persiapkan dan apa yang akan kita persembahkan kepadaNya? Sudahkah kita mepersembahkan waktu-waktu kita, harta, tenaga, talenta, pikiran, kekuatan, kesehatan, dan segala milik kita di atas mezbah Tuhan? Biarlah setiap kita mempunyai kesadaran dan konsep yang benar akan waktu. Segala pujian, hormat, dan kemuliaan hanya bagi TUHAN. (RM, dari berbagai sumber )

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buletin : Shinning Star, Tahun V/No. 50/Edisi Juli 20013
Penulis artikel : Tidak dicantumkan
Halaman : 27 - 28

Komentar