Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Post Power Syndrome

Edisi C3I: e-Konsel 079 - Menjelang Pensiun

Tak lama setelah memasuki usia paro baya, masa pensiun akan segera datang menyusul. Bagi Anda yang terbiasa menjalani kesibukan di kantor dan memimpin orang lain, kemungkinan tanpa disadari Anda akan merasakan gejala-gejala yang disebut "Post Power Syndrome". Apa dan bagaimanakah gejala ini dapat terjadi? Bapak Heman Elia, M.Psi akan menjelaskannya dalam tanya jawab berikut ini. Silakan menyimak!

POST POWER SYNDROME
T: Sebenarnya apa yang dimaksud dengan post power syndrome itu?
J: Arti dari "syndrome" itu adalah kumpulan gejala. "Power" adalah kekuasaan. Jadi, terjemahan dari post power syndrome kira-kira adalah gejala-gejala pasca kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan atau menjabat satu jabatan, namun ketika sudah tidak menjabat lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan atau emosi yang kurang stabil. Gejala-gejala itu biasanya bersifat negatif, itulah yang diartikan post power syndrome.
T: Kumpulan dari gejala-gejala apa sajakah syndrome itu?
J: Bisa dibagi menjadi beberapa gejala:
  1. Gejala fisik, misalnya orang-orang yang mengalami post power syndrome, kadangkala tampak menjadi jauh lebih cepat tua dibanding pada waktu dia menjabat. Tiba-tiba rambutnya menjadi putih semua, berkeriput, menjadi pemurung, dan mungkin juga sakit-sakitan, menjadi lemah tubuhnya.
  2. Gejala emosi, misalnya cepat tersinggung, merasa tidak berharga, ingin menarik diri dari lingkungan pergaulan, ingin bersembunyi dan sebagainya.
  3. Gejala perilaku, misalnya malu bertemu dengan orang lain, lebih mudah melakukan pola-pola kekerasan atau menunjukkan kemarahan baik di rumah atau di tempat yang lain.
T: Apakah yang menyebabkan syndrome-syndrome itu muncul di dalam diri seseorang?
J: Sebetulnya, secara umum syndrome ini bisa kita katakan sebagai masa krisis dan kalau digolongkan krisis ini adalah semacam krisis perkembangan. Dalam arti, pada fase-fase tertentu di dalam kehidupan kita, kita bisa mengalami krisis-krisis semacam ini. Pada gejala post power syndrome ini, khususnya adalah krisis yang menyangkut satu jabatan atau kekuasaan, terutama akan terjadi pada orang yang mendasarkan harga dirinya pada kekuasaan. Kalau misalnya dia tidak mendasarkan dirinya pada kekuasaan, gejala ini tidak tampak menonjol.
T: Tindakan-tindakan apa yang harus kita lakukan untuk mencegahnya?
J: Yang PERTAMA, pada saat kita melakukan sesuatu atau sebelum menjabat, kita perlu belajar menyadari bahwa segala sesuatu itu adalah karunia dari Allah termasuk kekuasaan dan jabatan. Tugas kita adalah hanya sebagai alat yang dipakai Allah untuk melakukan pekerjaan-Nya. Jadi, kita tidak boleh mengangkangi kuasa yang telah diberikan Allah untuk menjadi milik kita yang harus kita pertahankan sepenuhnya. Kita sedang melakukan pekerjaan yang Allah percayakan pada kita melalui kuasa yang dikaruniakan-Nya kepada kita.

Yang KEDUA, kita juga harus selalu menyadari bahwa kekuasaan itu tidak bersifat permanen dan kita harus menyiapkan diri apabila suatu ketika kuasa itu lepas dari diri kita. Apabila tiba-tiba kita kehilangan kekuasaan, tetapi kita mempunyai persiapan sebelumnya, maka kita akan lebih tahan menghadapi krisis ini.

Yang KETIGA, sebaiknya selama berkuasa, kita tidak memikirkan bagaimana mempertahankan kekuasaan, tetapi kita memikirkan untuk melakukan kaderisasi. Justru karena dengan kita melatih dan mendidik, maka nantinya kita dihargai, karena kita telah melakukan suatu regenerasi dan melakukan pendidikan, tugas mendidik orang lain, bukan karena kekuasaan yang kita miliki

Yang KEEMPAT, kita perlu belajar rendah hati, seperti juga Yohanes Pembaptis yang mengutamakan nama Kristus daripada dirinya sendiri. Ucapan Yohanes Pembabtis yang terkenal adalah demikian "Ia, maksudnya Kristus, harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil," Yohanes 3:30. Kita harus selalu menyadari bahwa nantinya itu bukan nama kita, tetapi nama Tuhan.

Yang KELIMA, sebanyak mungkin menanamkan kebaikan selama kita berkuasa. Kalau kita banyak menyakiti hati orang, kita banyak menindas orang, waspadalah bahwa gejala post power syndrome ini dekat dengan kita. Tujuan utama kekuasaan bukan agar kita dihargai orang, tetapi supaya kita berbuat banyak bagi kesejahteraan orang lain.

T: Kalau sampai seseorang itu terkena post power syndrome tanpa persiapan dan sebagainya, langkah-langkah apa yang sebaiknya harus segera dilakukan?
J: PERTAMA, tentunya akan terkejut, shock. Tapi kita harus belajar menerima kenyataan ini, kalau tidak, maka kita akan terus berada di dalam keadaan yang menderita.

KEDUA, kita harus mengakui bahwa ada orang lain yang berkuasa yang menggantikan kita. Kita sudah tidak boleh menuntut orang lain untuk mentaati instruksi kita.

KETIGA, kita perlu mencari kegiatan lain yang berarti bagi kita, yang masih bisa kita lakukan untuk mengisi hidup kita supaya kita tidak terus meratapi kehilangan kita.

KEEMPAT, kita juga mengucap syukur atas kesempatan yang pernah kita nikmati dan saat ini yang telah Tuhan sediakan juga bagi kita.

T: Apa yang firman Tuhan katakan dalam hal ini?
J: Dalam Matius 20:25-28, Yesus berkata:
"Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata, "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."

Bagian ini tentu cukup dikenal, cukup sering dibaca oleh kita semua, namun jiwa atau inti dari apa yang Tuhan Yesus katakan ini sangat penting. Khususnya bagi kita yang suatu saat mungkin akan kehilangan kekuasaan dalam bentuk apa pun. Supaya kita lebih tahan menghadapi gejala-gejala yang bisa merusak kita lebih jauh.

Sumber
Judul Artikel: 
TELAGA - Kaset T086A

Komentar