Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Memaknai Ulang Arti Hidup

Tuhan Yesus berkata, "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa". Artinya, manusia tidak akan menemukan makna hidup yang kekal jika terpisah dari Kristus.

Hidup yang bermakna, marilah kita tengok kisah hidup Henokh dan orang-orang sezamannya dalam Alkitab, Kejadian 5, dan kehidupan Rasul Paulus. Setelah membacanya maka dapat disimpulkan bahwa manusia bukan lama atau panjangnya yang penting, tetapi isinya. Jika kita membaca setiap ayat dalam Kejadian 5, akan terasa membosankan. Manusia lahir, beranak pinak, dan kemudian mati. Demikian seterusnya sampai kita menemukan pada ayat ke 21 sampai 24. Di sana, kita akan menjumpai seorang yang bernama Henokh. Ada perbedaan yang sangat signifikan antara hidup Henokh dengan orang lain pada ayat-ayat sebelumnya. Dalam 24 dikatakan bahwa Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi karena ia diangkat oleh Allah.

Kita akan menemukan makna hidup jika kita bergaul dengan Allah. Mengapa? Bergaul dengan Allah yang adalah Pencipta kita berarti menemukan arti yang paling tepat akan hidup kita. Siapakah kita, untuk apa dan dengan maksud apa kita diciptakan, hanyalah Sang Pencipta yang mencipta yang mengetahuinya, dan Henokh bergaul dengan Allah, tetapi umurnya tidak sepanjang orang-orang sezamannya (kira-kira 1/3 umur orang-orang yang hidup sezamannya). Jadi umur yang panjang tidaklah ada artinya, jika kita tidak bergaul dengan Allah. Henokh yang umurnya singkat mengisi hidupnya dengan bergaul dengan Allah dan di dalam pergaulannya dengan Allah, ia menemukan makna hidup.

Hidup manusia bukan depannya yang penting, tetapi belakangnya. Dalam detik-detik akhir hidup Paulus, ia berkata "Aku telah mengakhiri pertandingan dengan baik, aku telah memelihara iman dan sekarang aku akan menerima mahkota kehidupan". Sasaran akhir hidup yang ingin dicapai seperti apa, akan menjadi panduan bagaimana kita mengisi hidup kita sekarang ini. Kita juga dapat melihat tujuan akhir dari Rasul Paulus dalam Filipi 3:14 adalah memperoleh hadiah yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. Dengan berpedoman pada sasaran atau tujuan akhir hidup yang ingin dicapai, pastilah kita akan mengisi hidup yang Tuhan berikan ini dengan sesuatu yang bermakna. Hidup bukan datangnya yang penting, tetapi perginya. Artinya ketika kita lahir kita tidak membawa apa-apa ke dalam dunia ini, tetapi kematian kita akan menentukan 2 hal yang pasti, yaitu "Apa yang kita tinggalkan?" dan "Ke mana kita akan pergi?"

Mari kita lihat lagi apa yang ditinggalkan Henokh bagi anak, cucu dan cicitnya. Henokh tidak meninggalkan harta atau warisan yang bersifat materi, tetapi ia meninggalkan suatu sikap keteladanan hidup dan mengajarkan kepada keturunannya betapa pentingnya mengenal dan bergaul dengan Allah. Henokh memiliki anak Metusalah, cucunya Lamekh dan cicitnya Nuh. Dan kita tahu bahwa Nuh adalah orang yang benar dan tidak bercela di antara orang sezamannya dan Nuh hidup bergaul dengan Allah (Kejadian 6:9). Ke mana Henokh pergi? Ia pergi bersama Allah, ia diangkat oleh-Nya.

Kita juga dapat melihat hidup ini seperti pensil. Pensil memiliki 4 ciri, yaitu untuk bisa dipakai, ia harus diruncingkan, diasah, dan untuk itu sering kali tidak menyenangkan. Kita harus bersekolah, berlatih, belajar, berjuang, dan bekerja keras. Agar pensil bisa digunakan, ia harus berada pada sebuah tangan (apakah di tangan diri sendiri, orang lain, atau Allah).

Pada akhirnya pensil itu akan habis terpakai. Pensil diharapkan meninggalkan bekas, dan dihargai, dikenang, berdasarkan bekas yang ia tinggalkan. Pensil itu menggambarkan manusia, waktu ia habis (mati), ada waktu ketika ia akan bertemu dengan Penciptanya, yang akan memujinya sebagai hamba yang setia atau menghukumnya sebagai hamba yang jahat.

Marilah kita melihat dan meneladani bagaimana Henokh, Paulus, dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya dalam mengisi dan mengakhiri hidup mereka. Sebab, melalui mereka, kita bisa belajar memperoleh hidup yang bermakna. Dan, biarlah nama Tuhan saja yang dipermuliakan.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buletin : Shinning Star, Tahun V/No. 50/Edisi Juli 20013
Penulis artikel : RM
Halaman : 11 -- 12

Komentar