Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Masturbasi: Masalah Klasik Pria

Edisi C3I: e-Konsel 085 - Apakah Masturbasi itu Berdosa?

"Pria melihat seks di mana-mana dan di dalam segala hal. Di rok mini, celana jeans ketat, keramahan, dan bahkan senyuman. Pria memiliki kemampuan mengubah hampir segala hal ke dalam obsesi yang dapat memuaskan dorongan-dorongan erotis. Tapi di sisi lain, ada semacam memori di dalam pikiran pria yang mengatakan bahwa ia harus mengendalikan hormonnya. Jadi, tidak mengherankan jika pria suka bingung dengan seksualitas diri mereka," kata Dr. Archibald D. Hart, dekan Graduate School of Psychology di Fuller Theological Seminary di California, yang juga penulis buku "The Sexual Man".

Dan khusus bagi pria lajang, umumnya akan mengalami masalah dengan urusan onani (masturbasi). Di mata medis, efek jelek bermasturbasi lebih pada kerisauan batin pada diri pelaku sendiri. Orang yang rajin beronani menjadi "sakit" bukan lantaran onani mengakibatkan dengkul menjadi kopong, melainkan karena kegundahan akibat ia merasa yakin dirinya sedang dipelototi Tuhan.

Secara medis, tidak ada alasan yang bisa mendasari larangan untuk beronani, tapi sebaliknya, tidak ada dasar medis juga yang menganjurkan agar orang berbondong-bondong melakukan masturbasi.

Sperma yang tidak tersalurkan tidak bakal menjadi batu atau berubah menjadi jimat. Tanpa perlu diperintah lagi, sperma ini dengan sendirinya akan diserap oleh tubuh, tanpa menyisakan efek buruk.

Jadi, masalahnya cuma pada bagaimana setiap pria lajang bisa cerdas mengendalikan diri. Saya rasa itu lebih pada soal muatan niat saja. Selama pria lajang tidak rela terbawa terus oleh preokupasi seks dari waktu-waktu luangnya, ia tidak bakal mudah terhanyut oleh dorongan hormon testosteron yang membuat gairah seksnya meningkat.

Pengaruhnya pada Keintiman Pernikahan

Walau tidak memberi dampak secara medis, masturbasi dapat memberi dampak pada keintiman dan kelanggengan pernikahan. Dari penelitian yang dilakukannya, Dr. Archibald mengatakan bahwa pria yang bermasturbasi akan terus melakukannya sekalipun telah menikah. Mereka bermasturbasi karena ketagihan. Kecanduan ini terbentuk sejak masa remaja, biasanya dalam konteks disalahkan atau tabu yang kuat.

Obsesi ini menjadi tidak sehat untuk pernikahan karena para suami akhirnya merasa bahwa hubungan seks kurang memuaskan. Penggunaan fantasi membawanya kepada pelukan orang lain atau kepada film porno favoritnya. Ia tidak memprioritaskan hubungan seks dan keintiman yang semestinya dengan pasangannya. Padahal, hanya keintimanlah yang dapat membangun ikatan seksual yang lebih baik antara suami dan istri.

Sumber diambil dari:

Judul Majalah : GetLIFE!, Edisi #04
Judul Artikel : Masturbasi: Masalah Klasik Pria
Penulis : dr. Handrawan Nadesul
Penerbit : Yayasan Pelita Indonesia, Bandung, 2004
Halaman : 61

Komentar