Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Luka Hatiku

Edisi C3I: e-Konsel 373 - Pemulihan Luka Batin

Dikirim oleh: LB < betxxx@xxxxx >

Orang tuaku sangat menginginkanku untuk berpacaran dengan seorang abdi masyarakat. Aku pun berpacaran sesuai kriteria orang tuaku. Akan tetapi, pacarku malah menikah dengan orang lain. Hal ini terulang lagi dengan pacarku selanjutnya. Setelah mengalami dua kali pengkhianatan ini, aku menjadi benci dengan orang yang bekerja sebagai abdi masyarakat. Akan tetapi, orang tuaku tidak mau mengerti. Mereka tetap memintaku untuk menikah dengan orang yang mereka harapkan. Aku tidak tahu harus berbuat apa dan aku tidak tahu apa rencana Tuhan dalam hidupku. Tolong saya, ya.

Redaksi:

Memang masalah memilih pasangan hidup bukanlah suatu hal yang dapat diatur begitu saja. Ketertarikan kita pada seseorang juga tidak bergantung pada apa pekerjaan atau jabatan seseorang. Ditambah lagi jika pernah mengalami kegagalan pada seseorang dengan pekerjaan yang sama. Meski demikian, kita tahu bahwa pekerjaan atau jabatan seseorang tidak identik dengan kepribadiannya.

Mengalami kegagalan dalam percintaan bukanlah hal yang dapat dihapus dalam semalam. Hal ini perlu waktu untuk menghapus kenangan dan luka yang ada dengan mencoba mengampuninya. Kadang kala, tanpa kita sadari, kita sering kali mencoba menghapus luka dengan berpacaran kembali dengan tipe pria yang sama. Kita berpikir bahwa ketika kita mendapat perlakuan yang berbeda, kita akan dapat menutup luka dengan orang yang berbeda; atau paling tidak, kita tidak terlalu menderita karena ada seseorang yang lain, yang menggantikan posisi pria sebelumnya.

Untuk menerima orang lain di hati kita yang pernah terluka, kita harus benar-benar mengampuni pria yang telah menyisakan luka di batin kita dan menerima keadaan yang ada, apa pun alasan putusnya hubungan kita. Jika kita belum sepenuhnya "sembuh" dan sudah ditambah luka atau sakit hati yang baru, kemungkinan besar kekecewaan kita akan berlipat. Kekecewaan yang dalam akan membuat kita akhirnya mati rasa (numbness). Jika sudah begini, kita bisa berpikir berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Ada orang yang tidak ingin menikah, tidak ingin berpacaran lagi dalam waktu yang lama, menutup diri, takut dengan kedekatan (fear of intimacy), atau menghindari lawan jenis (withdrawal), depresi (kurangnya fungsi hidup sehari-hari), dsb.. Bahkan, bisa saja kita menjadi jauh dari rencana Tuhan sesungguhnya bagi kita yang memang harus dan perlu menikah (umumnya, menikah menghindarkan kita dari segala bentuk percabulan apalagi jika kebutuhan seksual itu cukup besar).

Karena itu, yang perlu Anda lakukan sekarang ini adalah menyembuhkan luka Anda. Kita harus mengingat atau menyadari bahwa berpacaran bukanlah "tahap baku" menuju pernikahan. Atau dengan kata lain, sekali pacaran pasti jadi suami. Justru pada saat berpacaran inilah masih sangat memungkinkan untuk putus jika memang kita menemukan kejanggalan atau kekurangan (seperti pasangan yang tidak bertanggung jawab dan tidak memegang janji) yang menjadi alasan untuk putus. Justru seharusnya Anda bersyukur karena sebelum menikah, Anda menyadari bahwa pria yang Anda kencani bukanlah orang yang baik dan pantas untuk Anda jadikan suami. Putus cinta memang menyakitkan, tetapi itu sepadan dengan pernikahan indah dan diberkati Tuhan yang kita nantikan.

Anda hanya memerlukan waktu yang cukup untuk tidak lagi merasa marah dengan pria-pria tersebut. Ampuni mereka serta hidupi dan jalanilah kegiatan Anda seperti biasa. Jika Anda tidak lagi merasa sakit hati dan bisa tersenyum ketika mengingat mereka, artinya Anda telah "sembuh". Katakanlah pada diri sendiri, "Aku sudah mengampuni A atau B." Berdoalah sebelum menjalin hubungan yang baru lagi. Bisa jadi, pria tepat itu sesuai kriteria orang tua Anda, dan bisa juga tidak. Bergumullah sebelum memutuskan pilihan, termasuk berdoalah untuk kedua orang tua Anda supaya pikiran mereka juga terbuka jika memang Anda berbeda pendapat dengan mereka.

Komentar