Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Ketika Tuhan Tidak Memberi Anda Pasangan Hidup

Karena manusia diciptakan oleh Allah untuk keintiman, tidak mengherankan sebagian besar para lajang mendambakan hubungan pernikahan. Namun, sama seperti semua kerinduan dan keinginan kita yang terdalam, hal itu memiliki potensi untuk membawa kita ke puncak hubungan di dalam Allah — saat kita mengijinkan Dia menguasainya — atau membawa kita ke keadaan putus asa ketika keinginan akan hubungan pernikahan itu menjadi lebih penting daripada hubungan kasih kita dengan-Nya.

Saya mengalami yang disebutkan terakhir.

Keinginan saya untuk menikah dengan seorang pria tertentu begitu penting bagi saya sehingga ketika Tuhan tidak menjawab ya, saya menjadi tersinggung dengan cara Dia menangani hidup saya. Tanpa bahkan menyadarinya, saya lari dari Kristus; berhenti mempercayakan kehidupan pribadi saya kepada-Nya, dan tidak lagi mengakui kekuasaan-Nya, yang berujung dengan depresi yang panjang selama tiga tahun.

Saya yakin Todd adalah “orangnya.” Namun, suatu malam dia datang ke rumah saya dan tiba-tiba mengatakan bahwa dia tidak ingin melihat saya lagi. Setelah dia pergi, saya berlari ke kamar tidur dan berteriak. "Tuhan, aku membenci-Mu!" Air mata saya jatuh bercucuran seperti hujan dalam badai Texas sambil berulang kali memukuli tempat tidur dengan kepalan tangan. Tornado kekecewaan menghancurkan tatanan hati saya meninggalkan gurun pertanyaan yang tidak bisa saya jawab.

Bertahun-tahun kemudian, setelah hujan berhenti dan puing-puing dibereskan, Allah dengan lembut menunjukkan hati saya dan menyatakan bahwa keinginan saya untuk mendapat pasangan hidup lebih besar daripada keinginan saya terhadap Diri-Nya. "Itulah mengapa kau mengalami begitu banyak sakit hati. Aku ingin memberimu harapan di luar keinginanmu untuk memiliki suami. Anak-Ku, serahkanlah itu kepada-Ku. Aku ingin memberikan diri-Ku sendiri."

Sejak saat itu, Tuhan mulai menunjukkan kepada saya sukacita yang dapat saya miliki di dalam Dia sementara saya menantikan seorang suami. Dia juga menyingkapkan beberapa kebohongan yang saya percayai selama ini yang telah membuat saya terjebak dalam sakit emosional dan depresi setelah saya patah hati.

Saya percaya adalah mustahil untuk mengalami hidup berkelimpahan sebagai seorang lajang.

Salah seorang teman wanita saya menelepon tahun lalu, merasa kesepian dan frustrasi karena Allah tidak memberikan baginya seorang suami. Belum menikah dan berusia 40, ia lelah berdoa dan menunggu dan menunggu dan menunggu, tetapi lebih dari semuanya itu, ia yakin bahwa hidupnya entah bagaimana kurang. "Menjadi lajang bukan hidup yang berlimpah," kata dia dengan sungguh-sungguh. Wah, saya bisa memahaminya! Mempercayai kebohongan yang sama itu telah membuat saya merasa seakan-akan Tuhan mengkhianati saya.

Percakapan kami membuat saya mencari-cari di Alkitab dan kemudian saya menemukan Yohanes 10:10.

“Pencuri datang hanya untuk mencuri, membunuh, dan membinasakan; Aku datang supaya mereka memiliki hidup, dan memilikinya secara berlimpah."(AYT)”

Kata hidup begitu menarik perhatian saya. Saya harus mencari maknanya. Dari definisinya, saya menemukan resep untuk sakit hati saya dan teman saya: Allah sendiri adalah hidup berkelimpahan yang kita cari. Kata hidup adalah zoe dalam kata Yunani (bahasa asli) yang artinya:

"hidup, mengacu pada prinsip hidup dalam semangat dan jiwa. (menekankan hidup saya). [Zoe adalah] semua yang tertinggi dan terbaik yaitu Kristus, yang Ia berikan kepada para Orang-orang Kudus. Berkat tertinggi untuk orang yang patuh."

Hidup ini adalah di dalam diri saya, dalam diri Anda, dalam roh, dalam jiwa dan itu diberikan oleh Tuhan. Untuk menyempurnakannya, itu adalah berkat tertinggi yang dapat kita miliki di sisi surga ini - yaitu Kristus sendiri.

Begitu sering kita berpikir hidup berkelimpahan yang Tuhan janjikan ada di luar sana, yaitu di suatu tempat di dalam seorang pria atau wanita yang kita suatu hari nanti akan menikah dengannya, sampai Kristus berkata, "Kehidupan yang melimpah ini yang engkau cari—itu ada dalam dirimu dan itu adalah Aku. Aku adalah kelimpahan yang engkau butuhkan untuk mengisi sakit terdalam di hatimu. Aku lebih besar daripada harapan, mimpi atau keinginan - bahkan keinginan untuk mendapatkan pasangan hidup."

Mengetahui bahwa kehidupan berlimpah bukanlah tentang apa yang terjadi di luar saya, atau jika saya menikah atau melajang, karena saya pun memiliki sedikit kontrol atas itu sangatlah menghibur. Terpujilah Dia — hidup tidak lebih jauh daripada kedalaman jiwa saya, karena di situlah Dia berada.

Saya meragukan kasih Allah ketika Dia tidak memberi saya karunia pernikahan.

Saat-saat kehancuran emosional yang paling membuat kita putus asa biasanya akan membawa ke permukaan apa yang kita yakini tentang Tuhan dan diri kita sendiri. Jika kita tidak yakin tentang kasih Allah sebelum terjadi sebuah krisis dalam percintaan, kita mungkin secara negatif mengukur kasih-Nya bagi kita selama krisis itu atau sesudahnya.

Di saat patah hati, Asaf bertanya dalam Mazmur 77:8, "Sudah lenyapkah untuk seterusnya kasih setia-Nya? (TB)"

Akhirnya, menerima bahwa kasih Allah bagi saya tidak ada hubungannya dengan status pernikahan telah memungkinkan saya untuk tenang dan berdiam di dalam Dia. Hasilnya, Dia memberikan nyanyian baru di mulut saya dan rasa syukur di dalam hati saya.

Saya secara negatif mengukur keadilan Tuhan ketika Dia menjawab tidak untuk hubungan saya.

Salah satu rekan kerja saya mengirimkan sebuah kisah nyata mengenai seorang tahanan Rumania yang menggugat Tuhan. Saya tidak yakin apakah saya harus tertawa atau menangis, tapi pastinya saya tersentak dengan ironinya.

Pria itu meyakini bahwa keadaannya yang terpenjara adalah bukti bahwa Allah telah bertindak tidak adil. Bagaimanapun, karena ia dibaptis ketika masih kanak-kanak, Allah berutang sesuatu, kan? Dia menuntut agar Gereja Ortodoks Rumania, yang dianggap mewakili Allah di dunia, memberikan kompensasi kepadanya karena "Allah-mengakibatkan kerugian." Ketika saya membaca bahwa gugatan itu dibuang karena Allah "tidak tunduk pada pengadilan sipil yurisdiksi hukum" ada bagian kasar dari diri saya yang ingin berteriak, "Yah, tentu saja!"

Menuntut Allah ke pengadilan terdengar tidak masuk akal, tetapi pikirkanlah tentang hal itu. Pernahkah Anda mendengar orang mendefinisikan keadilan Allah dengan status lajang mereka? Bahkan jika tidak diungkapkan melalui kata-kata, kita mungkin berpikir, Jika Tuhan itu adil, Dia akan memberi saya pasangan hidup.

Kadang-kadang, kita sama sekali tidak tahu bagaimana kita mendefinisikan keadilan sampai sesuatu yang tidak beres terjadi dalam kehidupan percintaan kita. Saya ragu tahanan itu duduk sambil berpikir bahwa jika ia sampai masuk penjara, dia akan menyalahkan Tuhan. Namun, ketika ia melihat keluar melewati jeruji besi, keyakinannya tentang keadilan Allah menjadi jelas dan gugatan pun dilancarkan.

Perilaku manusia ini bukan hal yang baru bagi Allah. Dalam Ayub 40:8 Allah bertanya kepada Ayub, "AApakah engkau hendak meniadakan pengadilan-Ku, mempersalahkan Aku supaya engkau dapat membenarkan dirimu?" (TB)"

Masalah dengan mengutuk Allah dan “mengadili” Dia adalah bahwa Anda menderita dua kali lipat. Anda mengalami kesedihan dari rasa sakit relasional, dan Anda juga menderita karena menilai Tuhan gagal membuat Anda mampu menerima penghiburan dan kedamaian dari Kristus yang sangat dibutuhkan ketika Anda patah hati.

Tidak apa-apa merasa sakit hati karena mendambakan pasangan — itu bahkan normal. Namun, Allah menginginkan agar Dia cukup bagi Anda sementara Anda menunggu; Dia ingin bertemu dengan Anda di tengah-tengah kerinduan emosional Anda.

Jika Anda bersedia, kekecewaan apapun yang Anda miliki karena status pernikahan bisa menjadi alasan bagi Anda untuk mengalami penebusan hati yang terbesar. Kerugian relasional yang paling menghancurkan dapat mendorong Anda ke dalam hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan; Anda dapat berseru kepada-Nya dan Dia akan memeluk Anda di dalam kasih karunia-Nya. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:

Nama situs : Focus on The Family
Alamat URL : http://www.focusonthefamily.com/faith/christian-singles/when-god-doesnt-give-you-a-mate
Judul asli artikel : When God Doesn't Give You a Mate
Penulis artikel : Shana Schutte
Tanggal akses : 30 Juli 2015

Komentar