Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Kemerdekaan Kasih

Orang sering menceritakan kisah tentang pesan yang disampaikan oleh pendiri Bala Keselamatan kepada para peserta konvensi internasional mereka. Jenderal William Booth tidak dapat menghadiri konvensi itu karena gangguan kesehatan maka ia mengirim telegram yang terdiri dari satu kata saja: "ORANG-ORANG LAIN!".

Dalam komik "Peanuts" yang populer itu, Lucy bertanya kepada Charlie Brown, "Mengapa kita ada di atas bumi ini?" Charlie menjawab, "Untuk membahagiakan orang-orang lain." Lucy merenungkan jawaban Charlie untuk sejenak, lalu bertanya lagi, "Kalau begitu untuk apa orang-orang lain itu ada di sini?"

"Seorang akan yang lain" atau "saling" adalah salah satu ungkapan yang terutama dalam kekristenan. "Kasihilah seorang akan yang lain" muncul dalam Perjanjan Baru setidak-tidaknya 12 kali, bersama-sama dengan "saling mendoakan" (Yak 5:16), "Saling membangunlah kamu" (1 Tes 5:11), "saling mendahului dalam memberi hormat" (Rm 12:10), "berilah tumpangan seorang akan yang lain" (1 Ptr 4:9), dan banyak lagi nasihat lain yang serupa.

Dalam ayat-ayat yang sedang kita pelajari, Paulus menambahkan satu ungkapan lagi: "Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu" (Gal 6:2). Orang Kristen yang dipimpin oleh Roh memikirkan orang-orang lain dan berusaha melayani mereka. Dalam ayat-ayat ini Paulus menggambarkan dua macam pelayanan penting yang harus kita lakukan satu terhadap yang lain.

  1. Menanggung Beban (Gal 6:1-5)

    Para penganut legalisme tidak suka menanggung beban. Sebaliknya, mereka menambah beban bagi orang-orang lain (Kis 15:10). Inilah salah satu dosa yang dilakukan orang-orang Farisi pada zaman Yesus: "Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya" (Mat 23:4). Penganut legalisme selalu bersikap keras terhadap orang lain daripada terhadap dirinya sendiri, tetapi orang Kristen yang dipimpin Roh menuntut lebih banyak dari dirinya sendiri daripada orang lain supaya ia dapat menolong orang-orang lain.

    Paulus mengemukakan satu hipotesa tentang seorang percaya yang tiba-tiba tersandung dan jatuh ke dalam dosa. Kata "kedapatan" dalam bahasa aslinya menunjukkan bahwa dosa yang dilakukan bukan merupakan ketidaktaatan yang disengaja. Mengapa Paulus memakai lukisan ini? Karena tidak ada sesuatu yang lain yang mengungkapkan kejahatan para penganut legalisme dengan lebih baik lagi daripada cara mereka memperlakukan orang-orang yang telah berbuat dosa. Ingatlah akan orang-orang Farisi yang menyeret seorang perempuan ke hadapan Yesus karena perempuan itu kedapatan berbuat zina (Yoh 8). Atau orang-orang Yahudi yang hampir-hampir membunuh Paulus karena mereka mengira bahwa Paulus telah menajiskan tempat suci dengan membawa orang-orang bukan Yahudi ke dalamnya (Kis 21:27 dst.). (Para penganut legalisme tidak memerlukan fakta dan bukti; mereka hanya memerlukan kecurigaan dan desas-desus. Daya khayal mereka yang merasa benar sendiri itu akan melakukan yang selebihnya.) Jadi, dalam ayat-ayat ini Paulus ingin menunjukkan perbedaan yang ada antara cara penganut legalisme memperlakukan saudara seiman yang jatuh ke dalam dosa dan cara yang dipakai oleh orang yang rohani.

    • Perbedaan tujuan. Orang rohani akan berusaha memimpin saudara itu ke jalan yang benar di dalam kasih, sedangkan penganut legalisme akan memanfaatkan saudara itu. Istilah "memimpin ke jalan yang benar" sama dengan "memulihkan", yang dalam bahasa aslinya berati "memperbaiki, misalnya sebuah jala, atau memulihkan tulang yang patah". Jika Anda pernah menderita patah tulang, Anda akan tahu betapa sakitnya memulihkan tulang yang patah itu. Orang percaya yang kedapatan berbuat dosa sama dengan tulang yang patah di dalam Tubuh, dan ia perlu dipulihkan. Orang percaya yang dipimpin oleh Roh dan yang hidup di dalam kemerdekaan kasih karunia akan berusaha menolong saudara yang jatuh itu karena "buah Roh ialah: kasih" (Gal 5:22). "Layanilah seorang akan yang lain oleh kasih." (Gal 5:13) Ketika Yesus berusaha menjadi tabib bagi orang berdosa, ia dikecam dengan keras oleh orang-orang Farisi (Mrk 2:13-17). Seperti itu pulalah orang percaya yang rohani pada masa sekarang akan dikecam oleh para penganut legalisme.

      Bukannya berusaha memulihkan saudara seiman yang terjatuh, penganut legalisme malah akan menghakimi, lalu memanfaatkan saudara itu untuk menjadikan dirinya kelihatan baik. Inilah yang akan dilakukan oleh orang Farisi dalam perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai (Luk 18: 9-14). "Kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Pet 4:8) Penganut legalisme bersukacita apabila seorang saudara terjatuh dan sering kali menyiarkan kejatuhan itu karena dengan demikian ia dapat menyombongkan kebaikannya sendiri dan menunjukkan bahwa kelompoknya jauh lebih baik daripada kelompok saudara yang jatuh ke dalam dosa itu.

      Itulah sebabnya Paulus menasihati kita, "Janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menentang dan saling mendengki" (Gal 5:26). Kata menantang berarti "menantang bertanding". Orang percaya yang hidup oleh Roh tidak bertanding melawan orang-orang Kristen yang lain atau menantang supaya mereka menjadi "sebaik dia". Akan tetapi, penganut legalisme hidup dalam pertandingan dan perbandingan, dan berusaha membuat dirinya kelihatan baik dengan membuat orang lain kelihatan jelek.

    • Perbedaan sikap. Orang percaya yang dipimpin oleh Roh menangani perkara itu dengan roh lemah lembut dan kasih, sedangkan penganut legalisme bersikap sombong dan menghakimi. Penganut legalisme tidak perlu "mempertimbangkan dirinya" karena ia merasa bahwa ia tidak mungkin melakukan dosa semacam itu. Akan tetapi, orang percaya yang hidup oleh kasih karunia menyadari bahwa tidak ada seorang pun yang kebal terhadap kejatuhan. "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" (1 Kor 10:12) Ia bersikap rendah hati karena ia sadar akan kelemahan-kelemahannya sendiri.

      Akan tetapi, ada perbedaan yang kedua: ia tahu akan kasih Kristus di dalam hatinya. "Hukum Kristus" ialah "Kasihilah seorang akan yang lain" (Yoh 13:34; 15:12). Paulus sudah membahas "hukum kasih" (Gal 5:13-15), dan sekarang ia sedang menerapkannya. "Kasih sayang" bukan penemuan modern karena dalam ayat-ayat ini Paulus minta supaya orang-orang percaya mempraktikkan "kasih sayang". Betapa besar pengharapan kita terhadap dokter yang mempraktikkan kasih sayang pada waktu ia memulihkan tulang kita yang patah. Terlebih lagi kita harus mempraktikkan kasih sayang pada waktu kita berusaha memulihkan suatu kehidupan yang berantakan.

      Mendekati seorang saudara yang terjatuh ke dalam dosa dan berusaha menolong dia, memerlukan kasih dan keberanian yang tidak sedikit. Yesus membandingkan hal ini dengan operasi mata (Mat 7:1-5) -- dan berapa banyak dari kita yang merasa sanggup melakukannya?

      Dalam ayat-ayat ini Paulus barangkali ingat akan pengajaran Tuhan tentang hal berdamai kembali (Mat 18:15-35). Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata, bukan untuk memenangkan suatu perbantahan, melainkan untuk memenangkan saudaramu. (Kata yang diterjemahkan menjadi "mendapatnya kembali" adalah kata yang sama seperti yang dipakai Paulus dalam 1 Korintus 9:19-22 dalam arti memenangkan orang-orang sesat bagi Kristus. Memenangkan orang-orang sesat itu penting, tetapi memenangkan orang-orang yang sudah selamat juga penting.) Jika ia mendengarkan engkau, bereslah perkara itu. Akan tetapi, jika ia tidak mau mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang rohani. Jika ia tetap tidak mau mendengarkan, seluruh jemaat hendaknya diberi tahu supaya diambil tindakan penertiban. Akan tetapi, Yesus selanjutnya mengemukakan bahwa jemaat harus mempraktikkan doa (Mat 18:19-20) dan pengampunan (Mat 28:21-35). Kalau tidak, tindakan penertiban itu tidak akan mendatangkan hasil.

      Penganut legalisme tentu saja tidak mempunyai waktu untuk "memenangkan jiwa" secara rohani seperti itu. Pada waktu ia mendengar bahwa saudaranya telah berbuat dosa, ia bukannya pergi kepada saudaranya itu, melainkan ia menyiarkan kabar buruk itu kepada orang-orang lain ("Supaya kita dapat mendoakan dia dengan lebih nyata"), lalu menghukum saudara itu karena ia tidak rohani.

      Ingat, penganut legalisme membuat dirinya kelihatan lebih baik dengan membuat saudaranya kelihatan lebih jelek. Karena itulah, Paulus memberikan peringatan (ayat 3-4). Para penganut Yudaisme bersalah karena mereka menyombongkan diri sendiri, menyombingkan apa yang telah mereka capai dan menyombingkan pengikut-pengikut mereka (Gal 6:12-14). Ini biasa mereka lakukan dengan membandingan diri mereka dengan orang lain (lihat 1 Kor 10:11). Tetapi perbandingan seperti itu adalah dosa dan menyesatkan. Mudah sekali bagi kita untuk mencari seseorang yang lebih buruk keadaannya dari pada kita sehigga perbanfdingan kita membuat kita kelihatan lebih baik daripada yang sebenarnya. Kasih Kristen akan membimbing kita sehingga kita dapat mengungkapkan kegagalan atau kelemahan seorang saudara, tidak menjadi soal betapapun hal itu akan membuat kita kelihatan lebih baik.

      Orang harus "menguji pekerjaannya sendiri" (Gal 6:4) berdasarkan kehendak Allah dan bukan berdasarkan apa yang telah dicapai oleh orang lain. "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain. Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri." (Gal 6:4-5) Di dalam pekerjaan Allah tidak ada tempat untuk bertanding, kecuali kalau kita bertanding melawan dosa dan Iblis. Apabila kita melihat kata-kata seperti "yang terbaik, yang peling bagus tumbuhnya, yang terbesar, yang terbagus" dikenakan pada pelayanan Kristen, kita bertanya-tanya siapakah gerangan yang memperoleh kemuliaan.

      Ini bukan berarti bahwa kita tidak boleh membuat dan menyimpan catatan. Charles Haddon Spurgeon biasa berkata, "Orang yang mengecam statistik umumnya tidak memiliki angka-angka statistik untuk dilaporkan." Akan tetapi, kita harus berhati-hati jangan sampai kita membuat orang lain kelihatan jelek sekadar untuk membuat diri kita kelihatan baik. Dan kita hendaknya dapat ikut bersukacita melihat hasil dan berkat orang-orang lain, seolah-olah hasil dan berkat itu adalah hasil dan berkat kita sendiri (Rm 12:10). Karena jika satu anggota Tubuh diberkati, seluruh Tubuh ikut diberkati.

      Ayat 2 tidak bertentangan dengan ayat 5 kerena kata Yunani untuk beban dalam ayat 2 berarti "beban yang berat", sedangkan kata tanggungan dalam ayat 5 menggambarkan "ransel prajurit". Kita hendaknya bertolong-tolongan menanggung beban yang berat dalam hidup ini, tetapi ada tanggung jawab pribadi yang harus ditanggung oleh tiap-tiap orang. Tiap-tiap prajurit harus memikul ranselnya sendiri. Jika mobil saya mogok, tetangga saya dapat menolong mengantar anak-anak saya ke sekolah dengan mobilnya, tetai ia tidak dapat memikul tanggung jawab sebagai seorang ayah. Itulah bedanya. Saya tidak dapat mengharapkan orang lain menjadi ayah dalam keluarga kami; itu adalah beban (dan hak istimewa) yang hanya dapat ditanggung oleh saya sendiri.

  2. Membagi Berkat (Gal 6:6-10)

    Sama seperti ungkapan seorang akan yang lain atau saling merupakan istilah yang penting dalam kekristenan, demikian jugalah kata bersekutu (diterjemahkan menjadi "membagi" dalam ayat 6). Sudah sejak permulaan berdirinya jemaat, membagi berkat adalah salah satu ciri pengalaman Kristen (Kis 2:41-47). Kata Yunani koinonia berarti "memiliki bersama" dan berkenaan dengan persekutuan kita bersama di dalam Kristus (Gal 2:9), iman kita (Yud 3), dan bahkan persekutuan dalam penderitaan Kristus (Flp 3:10). Akan tetapi, dalam Perjanjian Baru, koinonia sering berarti saling membagi berkat jasmani (Kis 2:42; 2 Kor 8:4; Ibr 13:16). Inilah yang dibahas oleh Paulus dalam ayat-ayat ini.

    Ia mulai dengan suatu gagasan (ayat 6) dan mendorong kita supaya saling membagi berkat. Yang memberi pengajaran dalam Firman membagikan kekayaan rohani, dan mereka yang menerima pengajaran hendaknya membagi kekayaan jasmani. (Paulus menggunakan pendekatan yang sama ketika ia menjelaskan mengapa jemaat-jemaat bukan Yahudi harus memberi persembahan kepada orang-orang Kristen Yahudi - Rm 15:27.) Kita harus ingat bahwa apa yang kita lakukan dengan benda-benda jasmani kita membuktikan penilaian kita terhadap hal-hal rohani. "Karena di mana hartamu berada, di situ hatimu berada." (Mat 6:21)

    Karena Rasul Paulus tidak ingin bahwa uang akan menjadi batu sandungan bagi orang-orang yang belum diselamatkan, ia mencari nafkahnya sendiri (lihat 1 Kor 9), tetapi ia berulang-ulang mengajarkan bahwa pemimpin rohani di dalam jemaat hendaknya dibiayai oleh persembahan anggota-anggota jemaat. Yesus berkata, "Seorang pekerja patut mendapatkan upahnya" (Luk 10:7), dan Paulus mengulang pernyataan ini (1 Kor 9:11, 14).

    Akan tetapi, kita harus menyadari prinsip rohani yang ada di balik gagasan ini. Allah memerintahkan supaya orang-orang percaya memberi bukan sekadar supaya para pendeta dan pengajar (juga para utusan Injil, Flp 4:10-19) dapat memenuhi keperluan jasmani mereka, tetapi juga supaya orang-orang yang memberi boleh memperoleh berkat yang lebih besar (Gal 6:7-8). Prinsip dasar tentang menabur dan menuai terdapat di dalam seluruh Alkitab. Allah telah menetapkan bahwa kita menuai apa yang kita tabur. Jika bukan karena hukuman ini, seluruh prinsip "sebab-akibat" akan gagal. Petani yang menabur gandum dapat berharap akan menuai gandum. Jika tidak demikian halnya, dunia ini akan kacau-balau.

    Akan tetapi, Allah juga telah memberi tahu kita supaya berhati-hati tentang di mana kita menabur, dan prinsip inilah yang dibahas oleh Paulus di dalam ayat-ayat ini. Benda-benda yang kita miliki diangggapnya sebagai benih, dan ia melihat dua macam tanah yang mungkin ada: daging dan Roh. Kita dapat menggunakan benda-benda milik kita untuk mengikuti kegiatan daging, atau untuk mengikuti keinginan Roh. Akan tetapi, jika kita telah selesai menabur, kita tidak dapat mengubah hasil panen.

    Uang yang ditabur dalam daging akan mendatangkan panen kejahatan (lihat Gal 5:19-21). Uang itu telah hilang dan tidak dapat diperoleh kembali. Uang yang ditabur dalam Roh (misalnya membaginya dengan mereka yang mengajakan Firman Allah) akan menghasilkan hidup, dan di dalam panen itu akan ada benih-benih yang dapat ditanam lagi untuk menghasilkan panen yang berikut, dan dengan demikian seterusnya sampai kepada kekekalan. Kalau saja setiap orang memandang kekayaan jasmaninya sebagai benih, dan menanamnya dengan semestinya, pekerjaan Tuhan tidak akan mengalami kekurangan. Sungguh menyedihkan bahwa banyak benih ditabur dalam daging dan tidak akan pernah dapat mendatangkan kemuliaan bagi Allah.

    Tentu saja prinsip ini dapat diterapkan dalam hidup kita secara lebih luas karena segala yang kita lakukan merupakan penanaman modal dalam daging atau dalam Roh. Kita akan menuai apa pun yang kita tabur, dan kita akan menuai sesuai dengan apa yang kita tabur. "Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak akan menuai banyak juga." (2 Kor 9:6) Orang percaya yang hidup oleh Roh dan "menabur" dalam Roh akan menuai panen rohani. Jika ia telah menabur banyak, ia akan menuai banyak, jika tidak di dalam hidup ini, pasti di dalam hidup yang akan datang.

    Musuh-musuh Paulus yaitu para penganut Yudaisme, tidak mempunyai sikap seperti ini dalam hal memberi dan menerima. Paulus berkorban dan berjerih lelah supaya ia tidak menjadi beban bagi jemaat-jemaat, tetapi para pengajar palsu menggunakan jemaat-jemaat untuk memajukan rencana-rencana mereka dan memadatkan saku sendiri. Ini jugalah yang terjadi di dalam jemaat di Korintus, dan Paulus harus menulis kepada mereka, "Karena kamu sabar, jika orang memperhambakan kamu, jika orang menghisap kamu, jika orang berlaku angkuh terhadap kamu, jika orang menampar kamu" (2 Kor 11:20).

    Betapa sering kita melihat pendeta yang saleh, yang suka berkorban, ditentang dan diusir; sedangkan pendeta yang angkuh, yang memajukan kepantingan dirinya sendiri, dihormati orang dan memperoleh apa yang dikehendakinya. Orang percaya yang dikuasai daging hidup subur di bawah "kediktatoran rohani" seorang pendeta yang legalistik dan mementingkan diri sendiri karena ia merasa aman, berhasil, dan rohani. Orang percaya yang dikuasai daging akan mengorbankan segala miliknya untuk menjadikan pekerjaan berhasil, tetapi pada akhirnya ternyata bahwa ia sedang menabur dalam daging dan bukan dalam Roh.

    Setelah memberi kita suatu gagasan (Gal 6:6) dan prinsip di balik gagasan itu (ayat 7-8), sekarang Paulus memberi kita suatu janji (ayat 9): "Apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." Di balik janji tersembunyi suatu bahaya: menjadi jemu dalam pekerjaan Tuhan, lalu akhirnya menjadi lemah dan akhirnya menghentikan pelayanan kita.

    Kadang-kadang kelemahan rohani disebabkan oleh tidak adanya pengabdian kepada Tuhan. Menarik sekali kalau kita bandingkan dua jemaat yang mendapat pujian atas "pekerjaan, usaha, dan ketekunan" (1 Tes 1:3; Why 2:2). Jemaat di Efesus telah meninggalkan kasihnya yang semula dan telah jatuh (Why 2:4-5). Mengapa? Jawabnya terdapat dalam pujian kepada jemaat di Tesalonika: "pekerjaan iman, usaha kasih, dan ketekunan pengharapan". Bukan hanya sekadar pekerjaan, usaha, dan ketekunan, tetapi motivasi yang sepatutnya: "iman, kasih, dan pengharapan". Mudah sekali bagi kita untuk bekerja bagi Tuhan, tetapi motivasi rohani dibiarkan mati. Seperti para imam Israel yang ditegur olah Maleakhi, kita pelayan Tuhan, tetapi kita mengeluh, "Lihat, alangkah susah payahnya!" (Mal 1:13).

    Kadang-kadang kita mejadi lemah kerena kurang berdoa. "Mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu" (Luk 18:1). Doa bagi kehidupan rohani sama seperti napas bagi kehiduan fisik. Jika kita berhenti bernapas, kita akan menjadi lemah. Orang mungkin juga menjadi lemah karena kurang makanan. "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Mat 4:4) Jika kita berusaha hidup tanpa makanan dan istirahat yang semestinya, kita akan menjadi lemah. Betapa pentingnya bagi kita untuk "menanti-nantikan Tuhan" supaya kita memperoleh kekuatan yang kita perlukan setiap hari (Yes 40:28-31).

    Akan tetapi, janji yang diberikan oleh Paulus akan menolong kita untuk maju terus: "Apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai." Benih yang ditanam tidak berbuah dengan segera. Ada waktunya bagi jiwa seperti juga ada waktunya bagi alam, dan kita harus memberi waktu kepada benih itu untuk berakar dan berbuah. Betapa indahnya apabila pembajak tepat menyusul penuai (Amsal 9:13). Kita hendaknya menabur benih setiap hari sehingga pada suatu hari nanti kita akan dapat menuai (Maz 126:5-6). Akan tetapi, kita harus selalu ingat bahwa yang memegang pimpinan adalah Tuhan yang empunya tuaian, bukan para pekerja.

    Membagi berkat bukan hanya sekadar mengajarkan firman Allah dan memberikan harta milik kita. Membagi berkat juga berarti berbuat baik "kepada semua orang" (Gal 6:10). Di dunia ini ada orang-orang yang berbuat jahat (Maz 34:17); sesungguhnya, ada orang-orang yang membalas kebaikan dengan kejahatan (Maz 35:12). Kebanyakan orang di dunia membalas kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan kejahatan (lihat 1 Tes 5:15; Luk 6:32-35). Akan tetapi, orang Kristen diwajibkan membalas kejahatan dengan kebaikan (Rm 12:18-21) dan melakukannya di dalam roh kasih Kristen. Sebenarnya, perbuatan baik orang Kristen merupakan persembahan rohani yang diberikannya kepada Tuhan (Ibr 13:16).

    Kita hendaknya "berbuat baik kepada semua orang". Demikianlah caranya terang kita bercahaya di depan orang dan memuliakan Bapa kita di surga (Mat 5:16). Kita bersaksi kepada orang-orang yang sesat bukan hanya dengan perkataan, tetapi juga dengan perbuatan. Sesungguhnya perbuatan kita menyiapkan jalan untuk kesaksian kita secara lisan; perbuatan baik memberi kita hak untuk didengar. Yang perlu kita tanyakan bukan "Apakah orang ini patut menerima perbuatan baik saya?" Apakah kita patut menerima apa yang telah dilakukan oleh Allah di dalam Kristus? Jangan pula kita bersikap seperti ahli Taurat yang ingin membenarkan dirinya dan yang bertanya kepada Yesus, "Siapakah sesamaku manusia?" (Luk 10:25-37). Yesus menyatakan dengan jelas bahwa persoalannya bukanlah "Siapakah sesamaku manusia?" melainkan "Kepada siapa saya dapat menjadi sesama manusia?"

    Sementara kita "berbuat baik kepada semua orang", kita harus mendahulukan "kawan-kawan kita seiman", yaitu persekutuan orang-orang percaya. Ini tidak berarti bahwa jemaat setempat harus menjadi golongan tersendiri yang memisahkan diri dari dunia di sekelilingnya dan tidak berbuat apa-apa untuk menolong orang-orang yang masih sesat. Ini adalah soal keseimbangan. Orang-orang percaya pada zaman Paulus tentu saja mempunyai keperluan-keperluan yang lebih besar dari pada orang-orang luar karena banyak di antara mereka harus menderita karena iman mereka (lihat Ibr 10:32-34). Lagipula, orang harus selalu memelihara keluarganya sendiri lebih dahulu sebelum memperhatikan orang-orang lain yang ada di sekelilingnya (1 Tim 5:8).

    Akan tetapi, kita harus ingat bahwa kita membagi dengan sesama orang Kristen sehingga kita semua dapat membagi dengan dunia yang mempunyai keperluan. Orang Kristen di dalam persekutuan orang-orang beriman adalah seorang penerima agar ia dapat menjadi saluran berkat. Sementara kita berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain, kita berkelimpahan dalam kasih terhadap semua orang (1 Tes 2:12).

    Inilah yang dimaksud dan diharapkan.

Diambil dan disunting dari:

Judul asli buku : Be Free
Judul buku terjemahan : Merdeka di Dalam Kristus
Penulis : Warren W. Wiersbe
Penerjemah : Drs. Ganda Wargasetia
Penerbit : Kalam Hidup, Bandung
Halaman : 135 -- 144

Komentar