Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Kemarahan

Edisi C3I: edisi - 375 Kemarahan yang Suci

Diringkas oleh: S. Setyawati

Kemarahan adalah gejolak emosi yang biasanya terlihat saat seseorang merasa terancam, frustrasi, atau diperlakukan tidak adil. Kemarahan dapat memunculkan kekuatan yang tidak terduga, dan terekspresi melalui perlawanan fisik, sumpah serapah, dan bentuk-bentuk negatif lainnya. Setiap orang pernah marah, tetapi kemarahan yang tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan gangguan kejiwaan, yang memengaruhi tubuh dan kerohanian seseorang.

Arti Kemarahan

Dalam 1 Raja-Raja 19:10, 14 dituliskan bahwa Elia marah karena kecewa dengan akibat yang diterima setelah ia sungguh-sungguh melayani Tuhan. Entah ia marah kepada dirinya sendiri, orang Israel, atau kepada Tuhan, tidak disebutkan dengan jelas. Namun, Alkitab menuliskan bahwa kemarahan tidak selalu buruk atau berdosa. Allah sendiri pernah marah (Mazmur 7:11), demikian juga dengan Tuhan Yesus (Markus 3:5). Namun, kita harus menyadari bahwa kemarahan dapat mengakibatkan dosa.

Alkitab memakai beberapa kata Yunani yang berarti marah:

  • "Orge", kata ini muncul dalam Matius 21:12 saat Yesus marah-marah di bait Allah dan dalam Efesus 4:26 "boleh marah tapi jangan berdosa". "Orge" adalah kemarahan karena adanya dosa, perbuatan yang tidak benar, ketidakadilan, tetapi tidak mengandung unsur benci dan dapat dikontrol karena tujuannya untuk memperbaiki kesalahan. Namun, kemarahan yang benar ("orge") juga dapat berubah menjadi keinginan untuk membalas dendam.
  • "Parogismis", yang juga berarti sakit hati atau tersinggung. Kata ini muncul dalam Efesus 4:26. "Parogismis" yang dibiarkan bertahan akan dimanfaatkan Iblis agar kita berbuat dosa (Efesus 4:27).
  • "Thumos", kata ini muncul dalam Efesus 4:3. "Thumos" mengandung unsur kegeraman, kemarahan yang meluap-luap, dan perasaan bermusuhan.

Akibat dari Kemarahan

Mengatasi kemarahan memang tidak mudah. Bahkan, ada orang yang menerima kemarahan sebagai suatu kenikmatan. Banyak orang terbiasa marah karena kemarahan membuat mereka merasa superior. Akan tetapi, kemarahan yang disimpan dalam hati sangat berbahaya. Kemarahan membuat tekanan darah naik, jantung berdebar lebih cepat, hormon adrenalin lebih banyak beredar dalam pembuluh darah, otot-otot tegang, dan pencernaan tidak bekerja dengan baik. Kemarahan yang ditahan, lama-kelamaan akan menjadi gelombang emosi yang dapat meledak sewaktu-waktu.

Kemarahan tidak hanya menimbulkan efek buruk secara fisik, tetapi psikis juga. Saat kita marah, kita sulit membuat keputusan yang masuk akal. Kemarahan yang bertumpuk-tumpuk juga dapat menyebabkan depresi. Karena itu, Alkitab mengingatkan kita untuk tidak membangkitkan kemarahan dalam hati anak-anak kita supaya mereka tidak putus asa, kecewa, dan tawar hati. Selain itu, kemarahan juga dapat merenggangkan hubungan. Kritik dan debat yang disertai kemarahan dapat memutuskan hubungan dengan sesama. Akhirnya, seorang pemarah tidak memiliki sahabat dan kesepian. Lebih parah lagi jika kemarahan tidak diatasi. Itu akan memunculkan dendam dan persoalan yang menyakiti banyak orang (Ibrani 12:15).

Konseling bagi Orang-Orang yang Marah

Karena setiap orang bisa marah, seorang konselor harus tahu bagaimana menolong mereka.

  1. Ajaklah konseli untuk menyadari bahwa ia sedang marah dan tolonglah dia untuk mengutarakan kemarahannya. Ketika konseli tidak menyadari atau menyangkal kemarahannya, hal ini tidak dapat diatasi. Kemarahan yang dipendam menimbulkan dendam dan membuat konseli mengalami masalah psikis dan gangguan kesehatan lainnya. Jadi, akuilah kemarahan dengan jujur dan selesaikanlah sebelum matahari terbenam (Efesus 4:26). Ekspresikan kemarahan dalam bentuk yang konstruktif, bukan destruktif. Orang yang sedang marah dapat melukai orang lain melalui kata-kata atau tindakannya (Amsal 14:29; Amsal 15:18). Ekspresi kemarahan destruktif hanya akan menjauhkan kita dari sesama, menyebabkan pertengkaran, serta menimbulkan perasaan bersalah dan kegelisahan yang mendalam. Kemarahan yang meluap-luap juga berbahaya. Karena itu, janganlah kita cepat marah dan kendalikan diri kita (Amsal 16:32; Amsal 19:11; Yakobus 1:19). Tenangkan diri dan berterusteranglah kepada seseorang yang membuat Anda jengkel atau marah, tanpa menyakitinya.

  2. Anjurkan kepada konseli untuk mengarahkan energi kemarahannya untuk hal-hal yang membangun, misalnya berkebun, berjalan-jalan, berolahraga, dll.. Hal ini sangat efektif, terutama jika kita tidak dapat mengubah hal-hal yang membangkitkan kemarahan. Selain itu, ajaklah konseli untuk memikirkan kemarahannya secara rasional. Ajaklah konseli merenungkan apakah kemarahannya beralasan? Jangan biarkan hal-hal kecil membuat kemarahan kita meledak. Carilah solusi untuk menyelesaikan penyebab kemarahannya. Jangan marah secara terus-menerus dan seolah-olah menikmatinya. Sebaliknya, serahkan kemarahan kepada Tuhan agar ketegangan dapat diatasi dengan lebih mudah. "Jawaban lemah lembut meredakan murka, tetapi perkataan pedas mendatangkan amarah." (Amsal 15:1) Paulus juga menasihati agar kita ramah seorang terhadap yang lain, saling mengampuni, penuh kasih seperti Allah dalam Kristus Yesus, yang telah mengampuni kita (Efesus 4:32). Setelah menyadari, mengekspresikan, dan mengevaluasi kembali kemarahan, kita harus menyatakan kasih dalam tindakan -- perbuatan baik dan pengampunan yang tulus.

Diringkas dari:

Judul asli buku : Effective Christian Counseling
Judul buku terjemahan : Konseling Kristen yang Efektif
Judul bab : Pokok-Pokok Persoalan dalam Konseling Kristen - bagian I
Penulis : DR. Gary R. Collins
Penerjemah : Esther Susabda
Penerbit : Departemen Literatur SAAT, Malang 1998
Halaman : 141 -- 145

Komentar