Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Kekuatiran Melumpuhkan Anda

Edisi C3I: e-Konsel 087 - Melawan Kekuatiran

Psikologi Kekhawatiran: Pandangan Selintas

Kita hidup dalam abad kecemasan. Maka, jangan terkejut apabila kita terapung-apung dalam lautan kekhawatiran karena kekhawatiran merupakan indikasi utama dari kecemasan. Kita dikelilingi oleh kekhawatiran. Orang Kristen khawatir; orang yang di luar warga Kerajaan Allah juga khawatir; kita semua khawatir.

Sejauh pengetahuan kita, kekhawatiran itu hanya ada dalam kehidupan kita. Binatang tampaknya tidak membuang waktunya untuk membayangkan apa yang akan terjadi di masa depan, kemudian menggerutu tentang masa depan itu. Karena kita sebagai manusia memiliki kemampuan untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi dan membiarkan imajinasi kita bekerja sebebas-bebasnya, maka kita sering terkejut, dan terjebak oleh pemikiran kita sendiri.

Kekhawatiran

Ada banyak hal di dunia sekitar kita yang membuat kita merasa khawatir. Masa depan sangat tidak menentu. Perubahan berjalan sangat cepat. Kita tidak dapat mengontrol sejarah. Zaman kita ini melahirkan kekhawatiran. Dan, kita semua dipengaruhi olehnya.

Bahkan, gereja pada masa kini tampak lebih dapat memahami bahwa kita memang rentan terhadap kekhawatiran dan kecemasan. Di masa lalu kita lebih suka mengatakan bahwa orang Kristen tidak pernah dipengaruhi oleh pergumulan-pergumulan itu. Sebagai contoh, John Rice pada tahun 1948 menulis, "Terima kasih Tuhan, orang Kristen tidak pernah merasa susah, tidak pernah merasa gagal, dan tidak pernah merasa takut." (Rice, 1948, hlm. 5) Kini, sangat sedikit pengarang Kristen yang berani mengatakan bahwa kita bebas sama sekali dari persoalan-persoalan zaman kita ini.

Pada saat penerbit melakukan persiapan untuk meluncurkan buku seri Konseling Pastoral Strategis, mereka melakukan penelitian kepada pendeta secara luas, dan bertanya persoalan apakah yang paling sering dihadapi oleh orang yang datang ke pelayanan konseling. Penelitian ini membuktikan bahwa persoalan kekhawatiran dan kecemasan merupakan persoalan yang paling sering dihadapi oleh orang yang datang kepada pendeta (Benner, 1992).

Selama bertahun-tahun para psikolog klinis kurang memperhatikan konsep kekhawatiran. Para peneliti memahaminya seperti pemahaman orang awam, yakni "gangguan saraf" (nervous break down). Istilah itu tidak memiliki definisi yang jelas. Tetapi, pada tahun 1987 istilah "kekhawatiran" telah diterima secara resmi dan dibakukan, yakni ketika buku pedoman diagnosis psikiatri edisi terbaru memuat kekhawatiran sebagai gejala utama dari gangguan kecemasan umum.

Kecemasan telah lama menjadi kategori diagnostik yang penting dan berdiri sendiri dalam dunia kesehatan mental. Beberapa tahun sebelumnya, prosedur diagnostik resmi yang digunakan bagi pasien-pasien yang menderita kecemasan adalah berupa proses pemisahan. Pertama-tama, jenis-jenis gangguan kecemasan yang gejalanya sangat spesifik dan jelas dipilah-pilah, dan dijadikan sebagai kategori tersendiri, misalnya: gangguan kepanikan, agoraphobia (ketakutan melintasi atau berada di tempat terbuka atau tempat umum), gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan stres pascaperistiwa traumatis. Kemudian, semua gejala-gejala lain dari pasien yang menderita kecemasan di diagnosis sebagai gangguan kecemasan umum. Akan tetapi, pada tahun 1987, gangguan kecemasan umum tadi dipisahkan, dan dijadikan sebagai kategori tersendiri, yang gejala utamanya adalah khawatir.

Pada masa kini kekhawatiran telah menarik perhatian para peneliti di seluruh dunia. Dengan status barunya sebagai gejala utama, ilmu pengetahuan segera mempelajari tentang suatu aspek penderitaan batin manusia yang begitu lama telah diabaikan. Banyak kelompok studi dibentuk di berbagai universitas ternama untuk mempelajari kekhawatiran. Pada bagian berikut ini kami akan menyajikan ringkasan hasil kerja dari kelompok-kelompok penelitian dari Penn State University, State University of New York di Albany, Louisiana State University, dan di beberapa tempat lain.

Apakah Kekhawatiran itu?

Karena kekhawatiran itu begitu akrab dengan kita, maka mungkin saja kita sulit untuk mendefinisikan secara tepat kebiasaan yang menyusahkan itu. Pergumulan kita persis sama seperti yang dialami oleh para ahli dalam membedakan antara kekhawatiran dan kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan, kekhawatiran dan kepanikan, kekhawatiran dan keprihatinan, atau kekhawatiran dan perencanaan yang masuk akal -- dalam pengertian umum. Pendekatan yang paling umum dari para peneliti adalah menempatkan kekhawatiran sebagai sisi kognitif (pikiran) dari kecemasan. Kecemasan mempunyai gejala fisiologis tambahan, yakni ketegangan urat-urat dan denyut jantung yang terasa lebih cepat. Pendekatan kepada definisi kekhawatiran seperti berkaitan dengan konsep kecemasan itu sendiri. Bagaimanapun juga, konsep kekhawatiran itu tidak membuang begitu saja arti kecemasan, karena sebenarnya pengertian kecemasan itu lebih luas dan terkait dengan berbagai faktor lain dari penderitaan batin manusia. Namun, para ahli tidak sepakat ketika membandingkan kekhawatiran dengan ketakutan. Beberapa teoritisi menerima bahwa ketakutan dan kecemasan/kekhawatiran merupakan saudara dekat dan di antara keduanya tidak ada perbedaan yang berarti. Sedangkan beberapa ahli lain melihat bahwa ketakutan atau kepanikan merupakan perasaan yang sama sekali berbeda. Perdebatan tentang hal itu tidak berhubungan langsung dengan yang kita bahas saat ini sehingga biarkan saja mereka terus berdebat.

Dr. Thomas Borkovec, seorang peneliti di Penn State University, yang diberi gelar "Dr. Khawatir" karena penelitiannya yang luas tentang kekhawatiran, membantu kita dalam memberikan definisi yang lengkap dan sangat berguna bagi kita. Ia berpendapat, "Kekhawatiran merupakan serangkaian pikiran dan gambaran-gambaran yang menghasilkan perasaan-perasaan negatif. Pikiran-pikiran tersebut tidak dapat dikontrol, dan berkaitan dengan suatu masalah tertentu yang tidak pasti. Biasanya, para pengkhawatir yakin bahwa kemungkinan besar akan terjadi satu hal atau lebih yang bersifat negatif." Jikalau Anda sendiri pernah mengkhawatirkan tentang sesuatu hal, mungkin Anda dapat membandingkan pengalaman Anda sendiri dengan definisi tersebut, apakah cocok atau tidak.

Definisi di atas mengemukakan beberapa ciri khas dari kekhawatiran.

  1. Kekhawatiran berhubungan dengan masa yang akan datang. Ketika kita khawatir, kita sebenarnya sedang mengantisipasi suatu kejadian yang akan mengancam kita. Beberapa orang mungkin mengatakan bahwa mereka khawatir tentang sesuatu yang telah terjadi di masa lalu. Tetapi, sesungguhnya, isi dari kekhawatiran itu berhubungan dengan sesuatu yang mungkin akan terjadi di masa depan, sebagai akibat dari kesalahan atau perbuatan yang keliru di masa lalu.
  2. Kekhawatiran merupakan suatu bentuk perhatian yang berlebihan terhadap diri sendiri. Beberapa pengkhawatir mungkin mengatakan bahwa kekhawatiran mereka berkaitan dengan orang lain, tetapi sebenarnya ciri utama dari kekhawatiran adalah bahwa pikiran-pikiran yang mengganggu tersebut biasanya bersifat pribadi dan tidak dibicarakan secara umum. Merasa sendirian atau kesepian merupakan salah satu gejala khas yang dialami oleh sebagian besar penderita kekhawatiran.
  3. Ungkapan lain yang dapat dipakai untuk menjelaskan kekhawatiran adalah suatu situasi ketika penderita terus-menerus merasa gelisah tentang masa depan.
  4. Hilangnya daya tahan atau tingkat toleransi penderita terhadap stres. Makin "sehat" orang yang menghadapi stres, makin dapat menyesuaikan diri dengan tekanan mental tersebut. Tetapi, para pengkhawatir tampaknya mempunyai gejala yang sama, setiap kali mereka menghadapi situasi yang sangat menekan batin, mereka biasanya sangat terkejut dan terganggu, mereka tidak dapat menyesuaikan diri terhadap situasi tersebut.
  5. Akhirnya, para pengkhawatir terombang-ambing oleh berbagai pikiran yang sangat mengerikan. Namun, mereka tidak mampu menghentikan pikiran yang kacau tersebut. Para pengkhawatir sering kali tidak mampu mengungkapkan secara jelas akibat-akibat buruk manakah yang sungguh-sungguh akan terjadi.

Pengkhawatir mendramatisasi keadaan. Ini berarti bahwa mereka ahli dalam membayangkan hal-hal yang paling buruk yang akan terjadi di suatu waktu nanti. Orang lain sering menganggap bahwa hal-hal yang dikhawatirkan itu sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan; namun, pasti para pengkhawatir tidak setuju. Ketika penderita kekhawatiran menjelaskan tentang hal-hal mengerikan yang akan terjadi di masa depan, kebanyakan keprihatinan mereka itu berkisar pada masalah-masalah sosial. Mereka takut akan menjadi bahan ejekan, dipermalukan, dihina, atau hal-hal lain yang merupakan perwujudan ketidaksenangan masyarakat. Penderita sangat lihai dalam melihat suatu ancaman, kemudian mereka sungguh-sungguh membayang-bayangkan arti ancaman itu bagi mereka.

Apakah ada kekhawatiran yang berguna? Atau, apakah semua kekhawatiran itu pasti buruk buat kita? Sama seperti kecemasan, kekhawatiran dalam tingkat tertentu, misalnya yang tidak terlalu berat mungkin justru berguna bagi kita dan tidak mengganggu kehidupan kita. Sebagai contoh, seseorang yang sedang menghadapi ujian mungkin akan mengerjakan ujian itu secara lebih baik apabila kekhawatirannya berada pada tingkat yang rendah. Namun, kita biasanya menggunakan istilah lain ketika berbicara tentang kekhawatiran ringan tadi. Kita lebih suka memperhalusnya dengan istilah-istilah yang positif, misalnya sebagai "masalah", "kekhawatiran yang membangun", "solusi masalah", atau bahkan "persiapan menangani masalah"! Sebagai suatu gambaran demografis, dapat dikemukakan bahwa 15% dari penduduk merupakan penderita kronis, 30% dari penduduk bukan penderita kekhawatiran, serta sisanya termasuk dalam keadaan di antara keduanya.

Bagaimana kalau kekhawatiran itu dibandingkan dengan penyakit-penyakit mental lainnya? Banyak peneliti mulai mengusulkan bahwa kekhawatiran/kecemasan dan depresi mempunyai dasar yang sama, sehingga keduanya lebih banyak memiliki kesamaannya daripada yang kita bayangkan. Indikasi akan adanya kesamaan di antara keduanya tampak dengan adanya kenyataan bahwa pemberian obat antidepresan sering sangat berguna bagi pasien yang menderita kecemasan. Para ahli klinis juga mengamati bahwa semua pasien depresi pada tingkat tertentu menunjukkan gejala-gejala kecemasan, tetapi tidak berarti bahwa semua klien yang cemas secara klinis menderita depresi. Mungkin cara terbaik untuk memahami kemungkinan adanya hubungan antara kekhawatiran/kecemasan dengan depresi adalah dengan memahami tiga tahap penderitaan batin. Pada tahap yang paling ringan, tidak terlalu merasa tidak berdaya; pada tahap kedua, kekhawatiran yang lebih patologis (saat orang datang kepada Anda untuk meminta pelayanan konseling), penderita merasa sangat tidak berdaya; sedangkan pada tahap ketiga depresi, pasien mempunyai perasaan yang kuat tentang tidak adanya harapan sama sekali. Pada tingkat pertama dan kedua dari kecemasan atau kekhawatiran, penderita masih berusaha untuk mengatasinya, namun pada tahap depresif mereka telah kehilangan harapan sama sekali.

Pandangan yang dikemukakan akhir-akhir ini mengenai hubungan antara kecemasan/kekhawatiran dan depresi digambarkan dalam kehidupan dua tokoh utama dari sebuah sandiwara berjudul Pilgrims Progress, yang ditulis oleh John Bunyan. Ketika orang Kristen dan orang-orang senegaranya sedang menyerang Istana Keraguan dan membunuh penguasanya Raksasa Putus Asa, kemudian mereka dapat membebaskan dua perintis tahanan, yakni Pak Murung dan anak perempuannya, Bu Takut (Bunyan, 1675). Kondisi tersebut mungkin juga terjadi dalam kehidupan keluarga, bahkan 300 tahun yang lalu.

Terima kasih Tuhan, orang Kristen tidak pernah merasa susah, tidak pernah merasa gagal, dan tidak pernah merasa takut.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Bahkan, penelitian menemukan bahwa orang-orang tertentu mungkin mewarisi sifat kerentanan tertentu sehingga mereka cenderung menjadi pengkhawatir yang selalu cemas. Kekhawatiran juga mempunyai ciri lain. Kekhawatiran dapat saja menimbulkan persoalan kesehatan lainnya. Kekhawatiran itu dapat menjadi lebih rumit lagi, karena adanya kenyataan bahwa kekhawatiran itu melingkar-lingkar naik, seperti spiral; yaitu, ketika kekhawatiran itu terus berlangsung, maka semua usaha pertolongan justru membuatnya semakin ruwet. Kekhawatiran sebenarnya merupakan sebuah raksasa menakutkan, yang kita ciptakan sendiri. Penelitian membuktikan bahwa para pengkhawatir pada umumnya berpandangan sempit. Mereka cenderung hanya memusatkan perhatian pada rangsangan (stimuli) yang dapat memicu munculnya kebiasaan merasa khawatir tentang sesuatu, yakni tanda-tanda akan adanya ancaman tertentu di masa depan. Mereka tidak menaruh perhatian kepada hal-hal lain yang ada di sekitarnya. Para pengkhawatir kelas berat akan memikirkan pemicu-pemicu itu selama bertahun-tahun. Kekhawatiran kelas berat sering muncul sebagai kekhawatiran yang kronis. Kekhawatiran kadang memang begitu kronis. Beberapa dokter mengusulkan agar kekhawatiran yang demikian, lebih baik dianggap sebagai salah satu gejala kelainan kepribadian (pola kehidupan yang keliru yang bersifat tetap) daripada memandangnya sebagai salah satu gejala kelainan yang bersifat sementara.

Akhirnya, di samping kekhawatiran menjadi gejala dari gangguan kecemasan umum, kekhawatiran juga merupakan gejala dari berbagai kondisi kejiwaan yang lain. Kita dapat melihat kekhawatiran sebagai gejala utama dari berbagai kelainan dalam penyesuaian diri, misalnya kelainan kecemasan yang berlebihan, dan kelainan kecemasan akan perceraian atau perpisahan.

Sumber diedit dari:
Judul Buku : Kuatir
Penulis : James R. Beck dan David T. Moore
Penerbit : PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000
Halaman : 32 - 39

Komentar