Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Bagaimana Mendidik Anak dengan Baik?

Edisi C3I: e-Konsel 384 - Konseling Kristen dan Pendidikan

Pertanyaan:

Saya sedang hamil 5 bulan, masih bekerja dan ragu-ragu akan bagaimana saya bisa mendidik anak dengan baik kelak. Saya merasa betapa sulitnya membesarkan anak. Saya dan suami punya keinginan mendidik dan membesarkan anak dalam takut akan Tuhan karena yang saya lihat akhir-akhir ini kekerasan/agresivitas tampaknya juga sudah dimulai pada masa kanak-kanak. Satu pihak, saya ingin anak saya bisa survive dalam hidup dan mempunyai kepribadian tangguh, tetapi di pihak lain saya juga khawatir kalau saya tidak mampu, bagaimana? Apakah memang pola asuh memengaruhi pembentukan kepribadian anak yang agresif, Bu?

Jawaban:

Saya bersyukur Anda sudah mulai memikirkan dengan serius bagaimana membesarkan anak sebelum anak itu lahir, ini suatu persiapan yang baik. Memang, tidak mudah dan tidak ada resep yang berlaku untuk semua orang, tetapi paling tidak, ada beberapa "guidelines" yang Anda bisa cermati.

Setiap anak lahir dengan keunikan yang diberikan Tuhan sehingga kita juga harus memperlakukan mereka secara berbeda pula. Mengapa Tini memukul dan menggigit temannya waktu ia tidak dapat menyelesaikan puzzle? Mengapa Ari bisa asyik mengerjakannya sampai selesai, sedangkan Ita baru mencoba sebentar lalu pergi? Apa yang menyebabkan anak mempunyai sikap yang berbeda-beda?

  1. Setiap anak lahir dengan berbagai macam kemampuan intelek dan kecenderungan untuk mempunyai temperamen tertentu. Sikap dan temperamen anak memang sangat banyak dipengaruhi dan ditentukan oleh bagaimana orangtua mendidik. Bila seorang anak dibesarkan dalam pola asuh yang otoriter/orangtua berkuasa, maka anak biasanya tumbuh dengan pukulan, ancaman, atau pengurangan kesempatan dan merupakan peluang untuk menghasilkan anak-anak dengan sikap yang agresif. Pihak lain, anak yang dibesarkan dalam keluarga di mana disiplin, respek, dan dignity/harga diri anak dihargai, justru anak tumbuh dengan kesadaran hati nurani yang baik dan mempunyai modal untuk bekerja keras dan menghargai orang lain. Hal ini sesuai dengan hasil riset longitudinal dari Columbia University terhadap 2000 anak dan orangtua mereka selama 10 tahun. Anak-anak yang sering kali dihukum dan tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang sering kali menghasilkan kaum muda yang cenderung suka berkelahi, berani melawan orangtua, dan menjadi kriminal.

    Apa yang menyebabkan anak berkelahi, memukul, merusak, dan menunjukkan tingkah laku yang agresif? Kramer (1973) menunjukkan bahwa tingkah laku dan sikap orangtua sering kali mendorong anak untuk melakukan tingkah laku yang sama. Sedangkan pengaruh TV ternyata juga besar dalam memberikan andil dalam sikap brutal seorang anak (Singer, 1979; Libert & Sprafkin, 1988). Data-data riset memperlihatkan bahwa memang ada hubungan antara sikap orangtua dalam membesarkan anak dan aspek-aspek lingkungan anak. Mereka yang dibesarkan oleh orangtua yang tidak memonitor anak dalam menonton TV ternyata mendorong anak-anak lebih agresif karena mereka sering kali melihat pahlawan-pahlawan yang menjadi idola pun melakukan hal-hal yang seharusnya dilarang.

  2. Setiap anak selalu melalui masa-masa transisi dari bayi, anak, remaja, sebelum menjadi dewasa dan dapat memikul tanggung jawab. Dalam masa transisi, ada yang bisa dilalui dengan mudah, ada yang sulit. Ada masa-masa di mana mereka malas, egois, menjengkelkan, dan tidak memedulikan Anda sebagai orangtua. Sehingga kalaupun Anda memberikan pendidikan dan disiplin, hasilnya tidak akan secara langsung dapat dirasakan karena anak bukan robot-robot kecil yang bisa diatur dan dimanfaatkan seperti yang Anda kehendaki. Kebijaksanaan Anda sebagai orangtua dan pimpinan dari Tuhan sangat dibutuhkan dalam setiap fase sehingga Anda tidak perlu terlalu khawatir karena anugerah Tuhan selalu cukup.

Diambil dari:

Nama situs : C3I
Alamat URL : http://c3i.sabda.org/15/aug/2005/konseling_bagaimana_mendidik_anak_dengan_baik
Judul artikel : Bagaimana Mendidik Anak dengan Baik
Penulis artikel : Esther Susabda, Ph.D
Tanggal akses : 12 Februari 2015

Komentar