Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs C3I

Bagaimana Cara Memberi Konseling?

Ada teori tak berujung tentang metode dan teknik, berdasarkan pada banyaknya cara pandang manusia yang berbeda-beda. Pemahaman Freud tentang pikiran sangat berpengaruh.

Teorinya tentang super ego kita (atau hati nurani), ego kita (atau diri), dan identitas kita (atau naluri dasar), penggunaan tulisan dan penyelidikan psikoanalisis condong seperti dalam lagu oleh Anna Rusell ini, yang dikutip oleh Jay Adams dalam "Competent to Counsel".

Aku menemui psikiaterku untuk menjalani psikoanalisis

Untuk mengetahui mengapa aku membunuh kucing dan membutakan mata suamiku.

Ia membaringkanku di sofa berbulu halus untuk melihat apa yang dapat ia temukan,

Dan inilah yang dia keruk dari pikiran bawah sadarku:

Saat aku masih setahun, ibuku menyembunyikan bonekaku dalam sebuah peti;

Dan selanjutnya dengan alami aku selalu mabuk.

Saat aku berumur dua tahun, suatu hari aku melihat ayahku mencium si pembantu,

Dan itulah sebabnya aku kini menderita kleptomania.

Pada usia tiga tahun, aku memiliki perasaan yang berlawanan dari saudara laki-lakiku,

Dan selanjutnya dengan alami aku menyakiti semua kekasihku.

Tapi aku senang; kini aku telah mendapatkan pelajaran dari kejadian ini;

Bahwa semua kesalahan yang kulakukan adalah kesalahan orang lain.[1]

Meskipun pemazmur berkata, "berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam", saya tidak menyarankan tulisan konseling Kristen semacam itu sebagai bagian dari perlengkapan kita untuk peduli! Psikoanalisis mungkin tepat untuk ahli yang terlatih, tetapi menggali jiwa secara dalam dan berlarut-larut seperti itu tidak dapat menjadi bagian dari pendekatan kita sebagai konselor awam.

Orang lain mungkin telah menemukan konseling nondirektif, yang merupakan metode yang secara luas digunakan oleh banyak orang, termasuk konselor-koselor pembimbing pernikahan. Carl Rogers adalah nama kunci dalam pendekatan ini. Jay Adams memberikan contoh teknik ini yang, mungkin sedikit tidak adil/wajar, menunjukkan kelemahan dari pendekatan ini dalam bentuknya yang murni. Dalam adegan ini kita melihat konselor dan orang yang perlu dibantu.

Klien memulai percakapan, "Saya benar-benar bingung."

Konselor berfokus pada kata itu dan menyatakannya kembali dengan kata-kata yang berbeda, "Saya melihat bahwa Anda terbelah menjadi dua."

"Itu benar," kata klien, "Saya sangat tertekan."

"Saya melihat," balas konselor tersebut, "bahwa Anda cukup bermasalah."

"Kesulitan saya adalah bahwa saya tidak tahu apa yang harus dilakukan tentang suatu masalah," kata klien tersebut.

"Anda mencoba untuk mencari solusi," kata si konselor.

"Ya itu benar. Saya punya masalah dengan homoseksualitas. Apakah menurut Anda homoseksualitas itu salah?" tanya si klien.

Dan si konselor menjawab, "Saya melihat Anda bertanya kepada saya apakah homoseksualitas itu pastas secara etis atau agama."[2]

Jay Adams menyamakan pengulangan burung beo seperti ini dari apa yang dikatakan oleh konseli lebih seperti "parkit yang adalah penghibur"![3] Paul D. Morris dalam "Love Therapy" lebih positif dalam komentarnya tentang konseling nondirektif dan mengatakan bahwa "itu membantu klien untuk membantu dirinya sendiri."[4]

Pendekatan bermanfaat ini mendorong klien untuk mengidentifikasi masalah, mungkin dalam pemahaman yang baru, dan kemudian menentukan apa program alternatif tindakan yang muncul/terbuka kepadanya.

Saya telah menyebutkan Jay Adams beberapa kali sekarang dan saya ingin mengatakan sedikit tentang bukunya, "Competent to Counsel", yang mungkin beberapa dari Anda telah membacanya. Meskipun ada beberapa bagian yang sangat membantu dalam buku ini dan beberapa wawasan yang menstimulasi/mendorong, saya tidak bisa merekomendasikannya dengan tegas. Seperti yang Anda ketahui, ia dan rekan-rekannya mempraktikkan apa yang mereka sebut konseling nouthetis, yang berdasarkan pada kata Yunani Perjanjian Baru yang sering diterjemahkan sebagai "mengajar" atau "menegur". Dia berpendapat bahwa semua yang disebut "penyakit mental" dapat ditelusuri ke dosa atau dosa-dosa tertentu.[5] Saya berpendapat bahwa pandangan Alkitab tentang kejatuhan manusia tidak mendukung teorinya dan saya telah menunjukkan itu di awal bab ini. Kebetulan, Jay Adams menyimpulkan bahwa psikiatri adalah palsu karenanya. Jika tidak ada penyakit psikologis, tidak ada kebutuhan akan dokter psikologis.[6]

Kita telah berhati-hati dengan tulisan psikoanalis, tentang konseling yang benar-benar nondirektif dan kerangka konseling nouthetis Jay Adams yang agak sempit. Apa yang tersisa? Prinsip-prinsip apa yang harus kita ingat dalam konseling dan apa perangkap yang lebih penting? Orang Amerika lain, Dr. William Glasser, mempraktikkan apa yang ia sebut terapi realitas. Dalam pendekatannya ia menggunakan tiga prinsip, yang saya percaya adalah sesuai dengan pandangan Alkitab mengenai manusia. Yang pertama adalah keterlibatan.

Keterlibatan

Ada banyak terapis dan konselor yang sangat percaya pada ketidakterlibatan dan keterpisahan total. Berusaha seperti yang ia rasa, orang yang sedang dikonseling tidak dapat menimbulkan sedikit respon dari wajah tanpa ekspresi atau suara konselor. Mencoba dan mengejutkan dia, dan tidak terjadi apa-apa. Menceritakan cerita mengerikan kepadanya, dan ia tampak tenang-tenang saja dalam menatap Anda. Nah, meskipun saya setuju dengan gambaran tentang konselor yang menjadi papan pendengar yang mati ketika orang yang dibantunya dapat berkomentar, untuk menyelesaikan kesulitan mereka sendiri, saya tidak melihat bahwa konselor harus bersikap seperti papan pendengar yang mati dalam segala hal!

Kita telah melihat bahwa "Penghibur" menegaskan cara ketika Roh Kudus dipanggil serta untuk menemani dan menolong. Roh Kudus tidak dapat dilibatkan lebih banyak dengan kita dan orang-orang yang kita coba bantu, jika kita tidak mau mempersilakan Dia. Menariknya, kata "menghibur' yang sama ini digunakan di sejumlah tempat di Perjanjian Baru, (misalnya, Roma 12:6-8) bagi orang Kristen yang memiliki pelayanan konseling.

Kemudian, kita juga harus terlibat dalam kepedulian Kristen kita. Apa artinya ini dalam hal waktu dan sifat pertemuan itu?

Pertama, mari kita memperhatikan faktor waktu. Kita harus seimbang dan disiplin tentang hal ini. Sebagian besar dari kita menjalani kehidupan yang sibuk dan konseling akan menjadi salah satu dari sekian banyak tanggung jawab. Meskipun Tuhan menyediakan diri kepada orang-orang di sepanjang waktu, kita lupa bahwa Dia menggunakan 30 tahun komitmen di dalam keluarga untuk mempersiapkan pelayanan-Nya. Bahkan, kemudian Dia membutuhkan waktu menarik diri dan persahabatan santai selama dua sampai tiga tahun kerja-Nya yang khusus. Kita juga perlu memiliki perspektif yang tepat dalam menyediakan diri kita kepada mereka yang membutuhkan. Mungkin ada saat-saat ketika kita dipanggil di dalam situasi krisis. Jika hal ini terjadi dan kita tidak siap sedia, komunikasi dalam tubuh Kristus menjadi sesuatu yang cukup baik untuk menelepon sebentar untuk mencari seseorang yang dapat membantu. Sering kali krisis tidaklah segenting kelihatannya di awal dan penundaan satu atau dua hari dapat membantu semuanya kembali normal! Umumnya, kita akan lebih bijaksana untuk memberikan waktu secara wajar. Setengah jam diskusi yang terkonsentrasi akan lebih bermanfaat daripada berjam-jam pencarian jiwa sampai menjelang pagi hari.

Kedua, bagaimana dengan sifat pertemuan antara Anda dan orang yang Anda coba untuk bantu? Sering kali konseling kita lakukan dengan dasar seorang dengan seorang. Kita memiliki contoh yang sangat baik dari pertemuan Tuhan kita dengan Nikodemus, wanita di dekat sumur, Simon Petrus setelah kebangkitan, dan sebagainya. Khususnya dalam konseling pernikahan (lihat bab empat dan lima) kita mungkin lebih baik terlibat dengan dua orang sekaligus.

Dalam psikiatri, modus penting lain dari pertemuan adalah kelompok. Tidak ada tempat untuk melihat ini secara menyeluruh, tetapi perlu untuk menunjukkan bahwa kelompok rumah dan persekutuan rumah dapat menjadi bagian penting dari pelayanan Kristen dan dapat mendatangkan pemulihan. Mungkin sebuah kelompok akan mengembangkan identitasnya sendiri yang konstruktif, ketika orang-orang dapat belajar untuk berbagi, jujur, mengasihi, dan dikasihi. Jari-jari dari sebuah roda adalah kedekatan satu sama lain ketika mereka mendekat ke pusat. Kelompok yang berpusat pada Kristus seperti itu akan mengalami bertambahnya persatuan dalam kasih.

Dalam keterlibatan kita, perangkap apa saja yang perlu kita perhatikan?

Ketergantungan

Berikut ini adalah bahaya yang sesungguhnya! Kita semua suka merasa dibutuhkan, termasuk konselor. Hal ini dapat memberikan perasaan nyaman yang nikmat ketika melihat seseorang menanggapi bantuan kita. Kita mungkin berpikir, "Begitu banyak orang lain telah mencoba membantu orang ini dan akhirnya ia berhasil melacak saya." Nah, di sini harus ada tanda peringatan bagi konselor dan konseli. Konseli, orang yang dibantunya, semakin bersandar pada konselor dengan cara menuntut dan posesif. Pada awalnya, konselor dapat menerima perhatian yang menyanjung ini, tetapi pada beberapa titik atau lainnya semuanya ternyata menjadi basi dan kedua individu menjadi lebih buruk. Mereka ingat bahwa orang Kristen harus memiliki "pintu terbuka" kepada orang lain, tetapi mereka lupa bahwa pintu terbuka juga harus memiliki grendel kunci di dalam! Pada akhirnya yang dirasakan konselor dari konseli adalah "Orang yang menginginkan hasil sangat banyak, tetapi melakukan usaha yang sedikit, harus diberi pelajaran."

Tujuan kita dalam konseling adalah untuk mendorong ke arah kedewasaan Kristen, dan salah satu tanda kedewasaan adalah tingkat kemandirian. Lebih baik lagi adalah gagasan antarketergantungan, ketika orang memiliki beberapa rasa harmoni batin dan pada saat yang sama belajar untuk berbagi dengan orang lain. Diagram pada halaman 25 menggambarkan cara seorang konselor dapat membantu sesama Kristen, yang tidak mengatasi, terhadap bertambahnya saling ketergantungan. Dengan melihat tujuan ini kita bisa menggambarkan konselor sebagai katalis, komunikator, dan konsiliator. Ia adalah katalis yang berarti bahwa bantuannya harus mendorong konseli menuju pertumbuhan pribadi; ia adalah komunikator yang berarti bahwa ia harus mendorong orang yang dibantunya untuk melihat situasinya dengan lebih jelas, dan ia adalah konsiliator yang berarti bahwa ia akan berperan dalam membantu orang -- yang tidak bisa mengatasi masalah ke arah hubungan yang lebih baik.

Mengumbar ke mana-mana

Perangkap lain adalah "mengumbar ke mana-mana". Hal ini bisa menjadi sama tidak produktifnya dengan ketergantungan semata-mata. Kita semua tahu situasinya. A memiliki masalah dan ia berbicara tentang hal ini di setiap kesempatan. Segera setelah itu B, C, D, dan E semua terlibat dengan berbagai tingkat antusiasme, masing-masing merasa bahwa dia adalah pemecah masalah dalam situasi ini. Suatu hari D menjadi gelisah ketika, setelah mendapatkan beberapa saran yang sudah diperhitungkang dengan baik, A mengatakan, "Itu bukan yang dikatakan B" dan kemudian, dalam percakapan berikutnya, "C bilang saya harus melakukan hal yang sebaliknya dengan apa yang Anda katakan." Semua orang terperangkap. B, C, D, dan E mungkin membuang-buang waktu mereka dan A tidak lebih dekat ke pemecahan masalahnya, tertahan di tengah-tengah begitu banyak saran yang bertentangan.

Jika Anda berada dalam situasi ini, saya sarankan Anda perlu untuk menantang A dengan bertanya apakah dia benar-benar menginginkan solusi; dan jika demikian, A harus mencoba untuk melihatnya melalui B, C, D atau E. Mungkin ada waktunya A akan menemukan lebih banyak bantuan dari F atau G, tetapi setidaknya telah ada keterlibatan yang terus-menerus dan mau mencoba melihat hal-hal yang terjadi.

Kerahasiaan

Perangkap ketiga adalah kegagalan menjaga kerahasiaan. Ini adalah perpanjangan dari masalah "mengumbar ke mana-mana", dan saya percaya bahwa kurangnya menghargai kerahasiaan sangat mengganggu kehidupan tubuh Kristus. Sekali lagi, kita dapat mudah terjebak. Sering kali itu adalah kesalahan dari kedua belah pihak.

A telah mencurahkan isi hatinya kepada B, kemudian minggu berikutnya ia memberitahukan kisah hidupnya kepada C. C bertemu B di jalan. "Omong-omong," kata C, "Kemarin A menemui saya. Kisah sedih, bukan? Apakah Anda tahu bahwa A terlibat dengan X?" B menjawab, "Yah, saya mengerti bahwa Y lebih penting." Demikianlah percakapan menyedihkan itu berlangsung terus.

Hati-hati! Alkitab penuh dengan peringatan terhadap kata-kata kosong. Biarkan Amsal 25:9 mengingatkan kita, "Belalah perkaramu terhadap sesamamu itu, tetapi jangan buka rahasia orang lain."

Jika dalam konseling Anda melihat keinginan konsultasi lebih lanjut dengan orang lain, mintalah izin dari A untuk membicarakannya dengan orang tertentu. Seluruh persoalan ini pada akhirnya adalah tentang kepercayaan dan kesetiaan.

Tanggung Jawab

Dalam berpikir tentang keterlibatan, kita juga perlu berpikir tentang tanggung jawab konselor. Mari kita memperhatikan soal membangkitkan tanggung jawab dalam orang yang dibantunya.

Ini adalah Kesalahan Nenek

Ketika kita mendengarkan seseorang yang membutuhkan, mudah sekali kita menjadi begitu peduli dan terlibat sehingga kita dibutakan oleh pertanyaan tentang tanggung jawab orang itu. Bahkan, kita terlalu mudah tertipu. Sikap pikiran ini disebutkan dalam Amsal 14:15, "Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan, tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya." Kita bisa mengakhiri dengan berkata seperti ini, "Saya melihat bahwa Anda tidak dapat menolong diri Anda. Saya melihat bahwa semua masalah Anda berhubungan dengan fakta bahwa nenek mengunci Anda di gudang kebun."

Pada tahap tertentu kita harus menantang konseli untuk mengambil tanggung jawab sendiri atas kebencian, kecemburuan, atau kepahitannya. Pertobatan, pengampunan, dan pertumbuhan menuju kedewasaan semua tersedia di dalam Kristus.

Penyembuhan Batin

Saya harus menulis sedikit tentang apa yang digambarkan sebagai penyembuhan batin dari masalah emosional. Meskipun saya belum memikirkan banyak tentang konsep ini, saya memiliki teman-teman yang telah menemukan kedamaian melalui pendekatan ini.

Francis MacNutt dalam bukunya yang menghibur berjudul "Healing" memiliki satu bab yang berguna mengenai penyembuhan batin. Ia menyarankan bahwa doa untuk penyembuhan batin adalah tepat ketika "kenangan kuat dari masa lalu menguasai kita dengan ketakutan dan kecemasan, entah kita memperkirakan ketakutan ini atau tidak. Kita tidak bisa berharap mereka hilang dengan kehendak."[7]

Ia mengatakan bahwa penyembuhan batin melibatkan dua hal:

  1. Memperjelas hal-hal yang menyakiti kita. Biasanya ini paling baik dilakukan dengan orang lain; bahkan membicarakan masalah itu sendiri adalah proses penyembuhan.

  2. Berdoa kepada Tuhan untuk menyembuhkan efek yang mengikat dari insiden yang menyakitkan pada masa lalu.

Jangan Mencoba Melakukan Lebih daripada yang Anda Mampu

Berikut adalah area yang sulit. Beberapa orang yang datang kepada kita mungkin sangat bermasalah; mereka mungkin kecanduan alkohol atau bermaksud bunuh diri, misalnya. Masalah mereka begitu besar sehingga mereka mungkin memerlukan bantuan khusus dari badan-badan seperti Alcoholics Anonymous atau Samaritans; atau alternatif lainnya, mereka mungkin membutuhkan bantuan psikiater.

Diagram pada halaman 27 menggambarkan bagaimana "orang yang tidak dapat mengatasi masalah" mungkin bukan hanya perlu bantuan dari konselor, tetapi juga bantuan dari dokter umum, psikiater, dan seluruh jajaran pelayanan sosial.

Buku ini tidak memberikan rincian tentang penyakit mental. Ada banyak upaya yang cepat, definisi mudah, seperti "Seorang psikotik adalah seseorang yang menambahkan 2 dengan 2 dan hasilnya 5; dan neurotik adalah seseorang yang menambahkan 2 dengan 2 dan hasilnya 4, tetapi tidak bahagia tentang hal itu." Beberapa buku yang disebutkan di akhir buku ini akan lebih membantu untuk bidang dari pernyataan yang sedikit ini!

Meskipun demikian, kita harus mendorong teman-teman kita yang lebih terganggu untuk menemui seseorang dengan pelatihan dan pengalaman khusus yang sesuai. Mungkin seorang pelayan atau pemimpin Kristen lainnya, dokter umum, atau spesialis jika mereka sudah di bawah pengawasan masalah kejiwaan. Kebutuhan untuk saran lebih lanjut secara khusus adalah mendesak jika orang yang tertekan adalah sangat tidak bahagia dan tidak lepas dari depresi, ingin bunuh diri, kasar dengan semua kekerasan yang bisa membahayakan bagi bayi, istri atau nenek-nenek, aneh atau mengganggu kita, mengalami delusi atau halusinasi.

Pengalaman sejenis dan yang lebih banyak lainnya acap kali akan membantu kita menempatkan orang-orang khusus yang membutuhkan bantuan medis dan psikiatris.

Benar Dan Salah

Prinsip-prinsip keterlibatan, tanggung jawab, dan "benar dan salah" sangat tumpang tindih; dan sebagai orang Kristen kita tidak perlu diingatkan akan pentingnya "benar dan salah" ketika kita mencoba untuk memberi konseling. Mungkin butuh banyak waktu sebelum konselor dan juga orang yang dibantu dapat melihat seberapa relevan pertanyaan benar dan salah dalam kesulitan yang dibahas. Salah satu contoh dari dilema ini haruslah merupakan masalah tentang perasaan bersalah yang cukup umum.

Harold Darling menggambarkan tiga jenis utama dari perasaan bersalah:[8]

  • Rasa bersalah Sosial, ketika kita merasa bersalah tentang ketidakadilan sosial dalam kaitannya dengan isu-isu seperti Arms Race, masalah perumahan, atau kontras antara kemakmuran komparatif dan kemiskinan di Dunia Ketiga;

  • Rasa bersalah rohani ketika kita bersalah di hadapan Allah, entah kita menyadarinya atau tidak;

  • Rasa bersalah psikologis yang digambarkan Tournier sebagai akibat "kegagalan untuk berani menjadi diri kita sendiri". Kita telah melihat kemungkinan bahwa penyembuhan batin dapat membantu di wilayah ini.

Meskipun kecemasan adalah ketakutan masa depan, rasa bersalah adalah ketakutan dari masa lalu. Ada sebuah rangkaian diagram yang dapat membantu kita untuk melihat seberapa benar rasa bersalah rohani dapat ditangani dengan empat cara yang berbeda oleh orang yang membutuhkan. Ilustrasi menunjukkan rasa bersalah orang dalam bentuk tiga pihak, mengingatkan kita pada gambar Allah yang rusak, dalam pikiran, tubuh, dan jiwa.

  1. Rasa bersalah --> depresi

    Di sini kita melihat orang yang sensitif dan tertutup yang telah membiarkan beban rasa bersalah menekan dia ke bawah ke dalam keadaan depresi.

  2. Rasa bersalah --> represi/penahanan

    Di sini telah ada upaya untuk mengubur rasa bersalah, untuk "menyimpannya di bawah karpet" atau hanya melupakannya. Cara represi ini adalah salah satu yang dilakukan Adam dan Hawa ketika mereka menyembunyikan rasa bersalah dari Tuhan Allah di antara pepohonan di taman. Alih-alih mengatakan, "Tuhan, kami telah melakukan kesalahan. Tolonglah kami!", yang terjadi justru penudingan/pemindahan-kesalahan dari Adam ke Hawa dan sampai ke ular. Ketidakjujuran ini menyebabkan represi dari rasa bersalah dan kisah menyedihkan berlanjut.

  3. Rasa bersalah --> obsesi

    Berikut ini adalah orang yang melihat ke dalam, yang suka dengan pikiran yang tidak wajar. Ia menjadi sibuk dengan rasa bersalah, dan berkata, "Saya telah melakukan ini dan itu; Saya bersalah; Saya terlalu buruk bagi siapa pun, termasuk Tuhan, untuk dimaafkan." Ini jenis orang yang berkubang dalam lumpur menuduh diri sendiri, dan kadang-kadang menikmati hal itu!

  4. Pengakuan

    Cara keempat untuk berurusan dengan rasa bersalah adalah pengakuan, atau "mengeluarkan kebusukan" sebagaimana dikatakan William James. Dalam konseling kita terkadang dapat membantu orang untuk memahami kesalahan pribadi. Ini membuka jalan untuk pengakuan, memperbaiki kesalahan, dan untuk perdamaian pengampunan dan awal yang baru. Penting untuk melihat bahwa kepedulian Kristen mungkin termasuk kebutuhan untuk mengakui kesalahan pribadi kepada orang lain serta dengan Allah sendiri. Matius 5:23-24 adalah salah satu dari sejumlah bagian yang mendesak tentang perlunya pemulihan, "pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu" adalah perintah.

    Hal ini penting ketika konseling menjadi sangat sensitif dan penuh kasih di wilayah benar dan salah ini. Ada bahaya besar bagi umat Kristen, dengan daftar teks siap di tangan, melompat ke kesimpulan yang terburu-buru. Situasi ketika orang terlibat masuk ke dalamnya jarang yang sesederhana itu dan kita perlu banyak empati mengasihi ketika kita menanggung dilema dengan konseli. Cukup sering orang yang sedang dalam kesulitan menghadapi pilihan yang sulit, ketika setiap tindakan tampaknya menjadi hasil yang menyedihkan dari keputusan yang salah dan hubungan yang terganggu. Konselor tidak harus menghakimi dan mungkin adalah tanggung jawabnya untuk membantu konseli untuk mengurai kekusutran kompleks dari rasa bersalah psikologis dan rasa bersalah di hadapan Tuhan Allah.

Kesimpulan

Saya akan menyimpulkan bab ini pada prinsip-prinsip kepedulian Kristen dengan mengingat bahwa konseling bukan hanya masalah metode dan teknik meskipun ini penting. Sebagai orang Kristen, kita tahu bahwa "Kristus mengambil 'yang bukan siapa-siapa' dan menjadikan 'seseorang'". Penting untuk mengingat dua aspek kunci dari kebenaran yang mulia ini.

Pertama, Roh Kuduslah yang dapat mengubah kepribadian kita menuju kedewasaan yang telah kita lihat sebagai tujuan akhir dari konseling. Dalam 2 Korintus 3:18 kita membaca, "Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar."

Kedua dan yang terakhir, konseling kita harus didasarkan pada prinsip-prinsip alkitabiah karena Alkitab diberikan untuk mendorong pertumbuhan kita menuju kedewasaan yang sama dan keutuhan. Hal ini jelas dinyatakan dalam 2 Timotius 3:16-17, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik." (t/Jing-jing)

Catatan:

  1. Adams, Jay E. op. cit. p. 8

  2. Adams, Jay E. op. cit. p. 91

  3. Adams, Jay E. op. cit. p. 84

  4. Morris, Paul D. op. cit. p. 39

  5. Adams, Jay E. op. cit. p. 28, 29

  6. Adams, Jay E. op. cit. p. 84

  7. Macnutt, Francis. Healing, (Ave Maria Press, 1974) p. 183

  8. Darling, H. Man in his Right Mind (Paternoster Press, 1969) pp. 53ff

Diterjemahkan dari:

Judul buku : Christian Care and Counseling
Judul bab : Principles of Christian Caring and Counseling
Judul asli artikel : How Do We Counsel?
Penulis : Roger F. Hurding
Penerbit : Morehouse-Barlow Co., Inc., Wilton 1983
Halaman : 20 -- 31

Komentar