Alkitab dan Psikologi

Edisi C3I: e-Konsel 340 - Psikologi dalam Konseling Kristen

Apakah benar iman Kristen tidak mempunyai peranan dalam psikologi? Bukankah Alkitab merupakan buku sumber yang benar dan tepat untuk mempelajari psikologi dibanding dengan buku-buku psikologi Barat? Herbert Mowrer, mantan Presiden American Psychological Association, pernah menegur para rohaniwan atas kelalaian mereka dalam memanfaatkan firman Allah. Dia bukan seorang Kristen, tetapi merasa bahwa Alkitab merupakan dasar pelayanan psikologis yang lebih tepat daripada psikologi yang beliau sendiri ajarkan dan praktikkan.(1)

Bukanlah maksud penulis untuk mengajukan psikologi alkitabiah hanya sebagai salah satu pilihan yang sama manfaatnya dengan psikologi Barat atau kebatinan. Hal itu akan jelas kalau kita kembali pada masalah epistemologi. Pertanyaannya adalah apakah psikologi alkitabiah juga tidak dapat dibenarkan? Apakah ketiga pendekatan ini senilai?

Seperti diuraikan di atas, kebatinan dan psikologi Barat yang dipertentangkan oleh W. S. Rendra (Jurusan Psikologi diganti dengan Kebatinan) tidak mempunyai epistemologi yang jelas. Dasar perbedaan kedua pola itu hanyalah perasaan dan pendapat orang-orang yang menganutnya, dan pilihan mereka lebih dipengaruhi oleh didikan dan lingkungan daripada pertimbangan ilmiah. Keduanya diajukan sekadar sebagai "perumusan para tua-tua", kendatipun tua-tua yang sangat cerdas dan disegani.

Alkitab

Penjelasan Alkitab tidak patut dianggap sekadar kesimpulan para tua-tua. Alkitab memperkenalkan dirinya sebagai Sabda Sang Pencipta. Siapa yang lebih tahu kodrat dan kebutuhan makhluk kalau bukan pihak yang membuatnya? Sepanjang beberapa alinea berikut, kita akan melihat (1) kekeliruan seorang "psikolog modern" pada masa lampau sewaktu menghadapi suatu kasus nyata, dan (2) beberapa contoh epistemologi yang menunjukkan bahwa Alkitab tidak boleh dianggap sekadar buah perenungan manusia, melainkan sebagai Sabda Allah.

Perbedaan antara kebenaran firman Allah dan pengertian humanis terlihat jelas dalam Kitab Ayub. Saat itu, pengertian psikologis seorang manusia modern bernama Elifas sungguh keliru saat beliau diperhadapkan pada penderitaan Ayub, seorang yang terkenal akan kesalehannya.(2)

Elifas menghadapi suatu dilema, suatu kontradiksi antara kepercayaannya sendiri dengan pengalaman Ayub. Elifas mengatakan bahwa apa yang ia percaya adalah berdasarkan apa yang ia saksikan sendiri. Namun, yang ia saksikan itu muncul dalam mimpi. Lagi pula, Elifas tidak jujur. Ia mulai dengan memuji Ayub atas kesalehannya, tetapi kemudian ia membalikkan kesaksian itu dan menegur Ayub sebagai orang yang jahat, yang menyembunyikan dosanya. Elifas tidak bersedia meninggalkan kepercayaan yang salah itu, malah setelah terpojok, ia memutarbalikkan kesaksiannya, dan menutup matanya terhadap kenyataan.(3)

Menurut pandangan Elifas, tidak mungkin seseorang menderita kecuali sebagai hukuman ilahi atas dosanya. Elifas tidak dapat mengerti penderitaan Ayub atas dasar psikologi modernnya yang berdasarkan para tua dan pengalaman gaib. Kasus Ayub tidak dapat dimengerti oleh Elifas, tetapi penderitaan orang saleh dapat dimengerti berdasarkan firman Allah.

Penjelasan Alkitab bukanlah sebagai mutiara-mutiara tentang makna dan kehidupan manusia, sebagaimana hal-hal itu dapat disimpulkan orang, melainkan merupakan suatu pemberitahuan dari pihak Yang Mahatahu. Alkitab menyajikan suatu epistemologi yang konkret. Alkitab memperkenalkan Maha Pencipta yang bersabda, yang menciptakan lingkungan kita ini dan memberikan penjelasan tentang ciptaan itu. Penjelasan itu termasuk beberapa kebutuhan psikis manusia. Pencipta tersebut menjelma menjadi manusia, masuk ke laboratorium sejarah empiris,(4) hidup di tengah-tengah manusia. Yesus dan kebenaran-Nya dapat disaksikan dan dilaporkan secara objektif, bukan oleh orang yang menduga-duga, melainkan oleh saksi-saksi mata.(5) Dia memberi beberapa bukti yang jelas dan mutlak bahwa Dia benar-benar Pencipta alam.(6)

Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan adanya tiga pilihan yang sangat sukar dicari alasannya untuk menyangkali perbedaan seperti di bawah ini.

  1. Psikologi Barat -- kesimpulan para ahli.
  2. Kebatinan Timur -- kesimpulan para ahli.
  3. Penjelasan Alkitab -- pemberitahuan (dari Allah).

Keyakinan dasar buku ini adalah bahwa hanya penjelasan Alkitab yang tepat dan patut kita pakai dalam menghadapi, mengerti, dan melayani sesama kita. Tidaklah bertanggung jawab untuk mencampur penjelasan firman Allah itu dengan unsur-unsur filosofi dari pendekatan-pendekatan yang manusiawi melulu. Sejauh kita mengawinkan pemberitahuan dengan prasangka, sedemikian jauh pula kita bergeser dari kenyataan.

Hal ini tidak berarti bahwa kaum Kristen harus menyingkirkan buku-buku psikologi dan hasil penelitian secara mutlak, atau bahwa segala usaha para psikolog tidak perlu dihargai. Kita harus bersedia menerima keterangan yang kita temui dalam tulisan-tulisan para ahli sekuler itu, sejauh keterangan itu adalah hasil penelitian yang nyata. Akan tetapi, kalau hasil penelitian tersebut ditafsirkan berdasarkan aksioma-aksioma yang tidak dapat dibenarkan dan yang biasanya belum terselidiki, tafsiran itu harus ditolak bulat-bulat. Dengan kata lain, kita wajib membedakan antara "data" dengan "tafsiran".

Dengan memilih dasar alkitabiah, beberapa hal yang biasanya terabaikan dalam teori dan riset psikologi akan mulai dipikirkan dengan serius, antara lain berikut ini:

Alkitab memperkenalkan dirinya sebagai Sabda Sang Pencipta.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

  1. Keterangan Alkitab tentang sifat dan sikap manusia.
  2. Dosa sebagai penyebab banyaknya gangguan jasmani, kecemasan, dan depresi.
  3. Pembaruan mental sebagai salah satu segi kehidupan rohani.
  4. Perbedaan mentalitas antara orang Kristen dan mereka yang belum percaya.
  5. Aktivitas Roh Allah dalam membina orang percaya.

Catatan:

  1. Herbert, O. Mowrer. 1961. "The Crisis in Psychiatry and Religion". Princeton: van Nostrand.
  2. Kitab Ayub 4, 5, dan 15. Para psikolog pun mempunyai tua-tuanya, misalnya Freud, Adler, dan Rogers. Dalam "Internal Psychology" terlihat unsur keterambangan pengalaman. Orang yang abnormal diharapkan dapat menemui jalan keluar dari abnormalitasnya melalui khayal.
  3. Kitab Ayub 22.
  4. Injil Yohanes 1:1-18. Perhatikan juga Injil Markus 4:1-12. Yesus menawarkan sesuatu yang dapat mereka periksa secara jasmaniah, sebagai bukti bahwa Dia sendiri adalah Allah yang berkuasa mengampuni dosa. Seluruh Injil Yohanes merupakan pembuktian bahwa Yesus adalah Sang Pencipta yang berasal dari surga.
  5. Surat 1 Yohanes 1:1-4 dan 2 Petrus 1:16-21.
  6. Harun, Hadiwiyono. "Kebatinan dan Injil". Jakarta: BPK.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku : Psikologi yang Sebenarnya
Judul bab : Suatu Masalah Epistemologi
Penulis : Dr. W. Stanley Heath
Penerbit : Yayasan ANDI, Yogyakarta 1995
Halaman : 18 -- 24