Candanya, Hilang

Penulis : Walsinur Silalahi

Saya butuh suami yang mau duduk dan menemani saya.Bukan hanya membiayai pengobatan yg mahal,makanan yg enak dan perawatan di rumah sakit yang paling utama,"keluh seorang isteri yang sedang sakit berat.

[block:views=similarterms-block_1]

Anaknya yg melihat penderitaan ibunya berkata,"Mam,tatkala kita masih dirumah kecil,hubungan kita terasa hangat.Ada nada2 nyanyi bersama sebelum tidur.Ada canda dan tawa ria saat menonton acara TV."Tetapi setelah rumah kita menjadi besar,dan pangkat ayah semakin tinggi,hubungan kita semakin mengecil dan dingin,semakin jauh saja. Kita kehilangan ayah".Kebahagiaan yang tadinya dimiliki keluarga ini hilang ditelan oleh kegiatan2 suami yg mempunyai jabatan yang semakin tinggi.Ada apa dengan suamimu? tanyaku balik."Dia memang pekerja keras,karirnya cemerlang sehingga sampai kedudukan seperti ini. Rumah kami besar,dan segala kebutuhan material kami dipenuhi,"desahnya sambil berhenti sejenak menyeka airmatanya.Sejak dia menjadi Pres.Direktur di perusahaannya,hubungan kami semakin renggang.Kami jarang berkomunikasi. Kelelahan fisiknya karena kerja keras setiap hari membuatnya ingin istirahat dan tdk mau diganggu tatkala tiba dirumah. Kami hanya bicara seperlunya dan kehilangan kehangatan seperti saat ia masih pimpinan tingkat menengah.Kami pun tertegun lesu mendengar penuturannya.

Sebuah harapan yang sangat sederhana.Sang isteri tdk banyak menuntut dari laki-laki yg dulu menjadi idolanya.Materi yg cukup dan kehormatan kekuasaan tdk mampu mengobati rasa sakitnya.Ia masih ingat tatkala laki-laki itu mengucapkan kalimat:"Saya akan menerimamu sebagai isteri yang sah dan satu-satunya.Saya akan selalu setia,dalam suka dan duka,dalam susah dan senang...sampai maut memisahkan kita."

Kini,ucapan itu hanya terbukti pada saat senang dan suka.dalam keadaan susah dan duka,kehangatan dan kehadiran serta perhatian itu hilang karena sebuah pertemuan dengan rekan bisnisnya/pelanggan,atau negosiasi proyek2 atau menemani rekan2nya main golf.

Menjadi suami yg baik adalah sebuah keharusan yg seringkali diabaikan.Peran sebagai seorang ayah/suami hanya dijalani sambil lalu saja. Padahal menjadi suami berarti melepaskan diri dari pangkat yg ada dikantor dalam berhubungan dengan isteri.Isteri adalah satu2nya pelanggan yg harus dilayani.Harus dipuaskan dan menjadi sumber inspirasi bagi kebahagiaan keluarga.

Kalau sdh mulai mencampur adukkan tindak-tanduk sebagai pipmpinan dikantor dengan perilaku suami,maka ikatan keluarga akan berantakan.Ini dua peran yang terpisah tapi saling berhubungan.Jangan biarkan kasih emosional meluntur.Bila kasih rasional berkuasa,maka tak heran banyak pernikahan kristen yang sebenarnya sdh runtuh dan parah tapi terbingkai rapi oleh kemunafikan karena alasan tdk bisa cerai.Secara fisik mereka bersama,tetapi secara hati sebenarnya sdh terpisah jauh sekali.Kelihatannya bersatu sebagai suami/isteri diluar.tapi didalam rumah mereka adalah seteru yg sudah tidak saling menghormati.

Menjadi ayah yang mau membimbing yg kata2nya penuh hikmat adalah harapan murni seorang anak.Anak butuh kehangatan pelukan sang ayah,bukan tebalnya selimut sutra.Anak butuh pengertian dan bukan saja peraturan yg mesti dilakukan.Anak butuh diskusi bukan perintah yg harus ditaati.Itu berarti butuh waktu yang harus dialokasikan dengan tepat,

Laki-laki itu harus bisa memainkan perannya sebagai seorang SUPERMAN

  • Super dibidang pekerjaan
  • Super sebagai ayah bagi anak2nya
  • Super sebagai suami bagi Isterinya.

Ini bukan pilihan,tetapi kewajiban mutlak yg tak boleh didebat bila seorang laki-laki berani mengambil langkah hidup berkeluarga.

Apakah hal diatas dapat dicapai? Ya..Bila kita selalu melibatkan Tuhan dalam perjalanan keluarga kita masing-masing dan Tidak..Bila kita menjauh dari Dia yang menciptakan kita dan mengandalkan superioritas kita sendiri.

Rekan2 pria yg belum menikah,pertimbangkanlah hal2 diatas agar memiliki keluarga yg harmonis.